balitribune.co.id | Badung - Membatik menjadi salah satu keterampilan yang diminati siswi berkebutuhan khusus terutama penyandang tunarungu wicara di SLB Negeri 1 Badung. Sejumlah hasil karya para siswi di sekolah tersebut telah dipasarkan di pameran dan bahkan dilombakan di tingkat nasional. Pihak sekolah pun berharap, kain batik yang dibuat para siswi di sekolah ini dapat diserap oleh pasar oleh-oleh medern. Hal ini nantinya akan menjadi bekal saat sudah lulus sekolah dan mampu menghasilkan peluang ekonomi untuk keluarganya.
Guru Keterampilan Membatik SLB Negeri 1 Badung I Gusti Ngurah Aryanta mengatakan, menumbuhkan jiwa seni bagi pelajar yang berkebutuhan khusus menjadi tantangan tersendiri untuk pihak sekolah. Saat ini terdapat 3 orang siswi yang tertarik mengikuti keterampilan membatik di sekolah tersebut yakni dari siswi kelas 8, 10 dan kelas 11.
"Siswi yang memiliki bakat membatik hanya 3 orang siswi. Kami di sini (sekolah) memiliki kurikulum ada keterampilan membatik dilaksanakan setiap Kamis dan Jumat dari pukul 7.30 hingga 12.00 WITA," jelasnya saat ditemui di sekolah setempat bertepatan Hari Batik Nasional, Senin (2/10).
Kata dia, perlengkapan membatik sudah disiapkan pihak sekolah dengan menggunakan dana BOS. Kain batik hasil karya siswi berkebutuhan khusus tersebut sudah dijual dan laku di pasaran saat ada kegiatan pameran.
"Karena batik tulis lumayan pengerjaannya dan nilai jual agak lumayan dijual termurah Rp80 ribu Rp 200 ribu tergantung ukuran dan motif. Adapun motif bunga yang banyak dibikin anak-anak kami dan motif ini banyak laku," kata Aryanta.
Ia mengatakan, sejumlah peserta didiknya yang memiliki kebutuhan khusus tersebut kerap mengikuti lomba membatik di tingkat provinsi dan nasional. "Lomba membatik di luar Bali di Jakarta tahun 2017 dapat juara 2 tingkat nasional, membatik sesama berkebutuhan khusus," bebernya.
Kain batik ukuran sedang mampu dikerjakan hingga 7 hari dimulai dari mendesain sampai menjadi kain batik. Sedangkan ukuran paling besar untuk kamen batik dibuat hingga 2 minggu yang dikerjakan oleh seorang siswi.
"Keterampilan membatik hanya diikuti siswi tunarungu wicara karena kebanyakan IQ-nya rata-rata seperti orang normal, sehingga lebih teliti karena membatik perlu ketelitian. Tantangan melatih membatik, perlu ketelitian dan jiwa seni ditumbuhkan. Jadi kadang-kadang untuk melatihnya kita perlu kesabaran untuk menumbuhkan jiwa seni itu tantangan bagi saya. Hasil yang lebih cepat itu bukan tujuan," paparnya.
Ia menuturkan, dari satu semester sudah mampu mendesain sampai mencanting, walaupun agak kurang halus pengerjaannya tapi tahapannya sudah mereka ketahui.
"Saya inginnya dari swasta dan pemerintah memberikan modal saat mereka sudah lulus untuk bisa dikerjakan di rumah seperti home industri. Kendala yang dialami siswi kami yang memiliki bakat membatik dan yang sudah lulus kebanyakan kendala modal. Harapan sekolah supaya hasil karya anak-anak kami bisa diserap di pasar oleh-oleh modern," harapnya.