Prasasti Ujung 932 Saka, Ingatkan Karangasem Sebagai Jalur Rempah Dunia | Bali Tribune
Diposting : 24 October 2020 14:20
Husaen SS. - Bali Tribune
Bali Tribune / Pameran dan Pertunjukan Theater Multimedia Baru Usaba Bali di taman Sukasadha Ujung

balitribune.co.id | Amlapura - Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dalam melestarikan rempah-rempah dan masakan tradisional khas Karangasem yang menggunakan berbagai rempah dan bumbu dapur, baik untuk hidangan keluarga sehari-hari maupun untuk keperluan upacara atau Usabha di Kabupaten Karangasem.

Kali ini Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali, bekerjasama dengan Pemkab Karangasem, Prodi Arkeologi Universitas Udayana dan para seniman, menggelar program penguatan jalur rempah dengan melaksanakan kegiatan Pameran dan Pertunjukan Teater Multimedia Baru Usaba Bali. Bertempat di Taman Sukasadha Ujung, Karangasem, Jumat (23/10/2020) petang.

Kristiawan, Dosen Arkeologi, Universitas Udayana, yang juga anggota panitia penyelenggara kegiatan, kepada Bali Tribune menyampaikan, jika kegiatan ini sengaja dilaksanakan untuk mengingatkan kembali kepada sejarah, dimana Kabupaten Karangasem dulunya sangat terkenal dengan hasil rempaah dan bumbu dapurnya, sehingga Karangasem menjadi salah satu jalur rempah dunia pada masa penjajahan.

“Kegiatan ini juga sekaligus sebagai upaya pelestarian berbagai menu masakan tradisional khas Karangasem yang menggunakan racikan bumbu rempah-rempah, baik untuk menu masakan keluarga maupun untuk keperluan upacara keagamaan atau Usabha,” tandasnya.

Kegiatan terbagi menjadi empat jenis, yaitu pameran video interaktif Usaba Bali, Pameran dan demonstrasi ilustrasi komik serta prasi khusus konten Jalur Rempah, performance musik sekaa Genggong, dan terakhir theater multimedia baru ”Kukusan Paon.”

“Tentang Rempah” ini menurutnya yang menjadi salah satu alasan bangsa Eropa begitu berminat untuk menguasai Indonesia adalah karena kekayaan rempahnya, namun kenyataannya perdagangan rempah telah berlangsung jauh sebelum bangsa Eropa datang ke Indonesia. Perdagangan rempah yang begitu masif dilakukan ketika itu berakibat terjadinya persilangan budaya antar satu daerah dengan daerah yang Iain.

“Rempah-rempah kepulauan Indonesia semakin lama semakin dikenal dunia. Setidaknya pada abad ke-7 Masehi, pelayaran dan perdagangan dari Asia Timur, Asia Selatan dan Asia Barat bergerak menuju Nusantara untuk berburu rempah yang bernilai tinggi,” ulasnya.

Lihat foto : Pameran dan pertunjukan theater multimedia Baru Usaba Bali di Taman Sukasadha Ujung

Pulau Bali merupakan pulau eksotik yang terletak diantara gugusan pulau-pulau kecil di antara pulau Jawa bagian timur dan Nusa Tenggara. Jaringan yang menjadi pintu masuk terbukanya hubungan dengan pihak luar melalui jalur perairan diperkirakan terjadi di hampir seluruh sisi wilayah Bali. Salah satu yang menarik untuk di ungkapkan adalah perkembangan wilayah Timur Bali yang menjadi koridor masuknya interaksi Bali dengan pihak luar.

Setidaknya kata Kristiawan terdapat tiga obyek yang telah masuk dalam koridor Bali sesuai agenda nasional terkait jalur rempah, yaitu eksistensi Puri Karangasem yang menggambarkan akulturasi budaya baik dari sisi tangible serta intangiblenya, taman Soekasada Ujung Karangasem dan Tulamben liberty shipwreck yang mewakili situs masa perang dunia ll. “Ketiga obyek tersebut sementara ini sudah masuk dalam daftar titik atau obyek pendukung jalur rempah provinsi Bali yang terdata secara nasional,” bebernya.

Prasasti yang yang secara jelas menggambarkan aktifitas masyarakat pesisir di Kabupaten Karangasem salah satunya adalah prasasti Ujung yang berangka tahun 932 saka atau 1010 Masehi. Dalam prasasti Ujung menyebutkan ketentuan-ketentuan, hak dan kewajiban yang diberikan raja kepada masyarakat desa Jung Hyang (Ujung). Data yang menarik diantaranya adalah masyarakat dibebaskan dari pungutan, iuran atau pajak jika hendak bepergian ke luar daerah seperti ke jawa, ke gurun (para ahli meyakini sebagai pulau Nusa Penida) dan ke daerah seberang manapun.

Dalam prasasti juga disebutkan jika masyarakat Jung Hyang diperkenankan menggunakan perahu milik desa dan tidak harus menggunakan perahu dengan dua cadik. Berdasarkan prasasti tersebut tampak bahwa masyarakat Desa Ujung pada awal abad ke-10 Masehi telah terbiasa mengarungi lautan. Dalam lempeng yang berbeda disebutkan juga bahwa masyarakat desa Ujung diperkenankan untuk mengeluarkan atau menjual rempah-rempah ke desa atau wilayah lain.

Berdasarkan prasasti tersebut kiranya sudah cukup jelas tentang keberadaan rempah-rempah di abad ke10 Masehi. Mengenalkan eksistensi rempah dimasa |alu serta aktualisasinya dimasa kini dapat disampaikan dalam berbagai teknik dan media, salah satunya adalah multimedia.

“Tema khusus dalam kegiatan ini adalah ”Usaba Bali”, yaitu mengangkat potensi penggunaan rempah sebagai bagian dari aktifitas upacara adat dan tradisi masyarakat Bali,” sebut Kristiawan. Nah melalui pertunjukan theater multimedia baru ini, masyarakat diharapkan dapat melihatnya sebagai refleksi tumbuhnya semangat konservatif kasanah kekayaan budaya, kejayaan budaya maritim serta eksistensi rempah sebagai komoditi potensial yang mendunia.

Secara inklusif pesan tersebut dapat menumbuhkan semangat penguatan sejarah jalur rempah yang tidak Iekang oleh perubahan jaman dan waktu. Melaui pertunjukan ini pula, masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa eksistensi rempah di Bali bukan hanya sekedar penguat rasa dan memberi warna, namun juga sebagai simbol yang mewakili wujud rasa syukur kepada leluhur dan Tuhan sebagai sang pencipta.

“Setidaknya fakta-fakta tersebut terlihat jelas dalam prosesi upacara Usaba yang berkembang di Bali sejak masa Bali Kuno,” tutupnya.