balitribune.co.id | Negara - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana telah memohonkan kasus pertengkaran antara dua remaja di Jembrana untuk dilakukan penyelesaian secara restorative justice (RJ). Berdasarkan hasil ekpose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, Kejaksaan Agung akhirnya menyetujui perkara tindak pidana perlindungan anak yang melibatkan dua pelajar salah satu SMA di Jembrana tersebut dihentikan penuntutannya.
Setelah proses hukumnya bergulir, Kejari Jembrana telah mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative. Perkara kali ini yang diajukan untuk mendapatkan penyelesaian secara restorative justice adalah kasus pidana perlindungan anak. Kasus ini berawal dari cekcok yang terjadi pada Senin (11/12/2023) lalu. Sekitar pukul 11.20 wita tersangka berinisial SEP (18) asal salah satu desa di Kecamatan Melaya yang masih duduk dibangku sekolah SMA bermain di depan kelas.
Tersangka melihat dan memanggil teman sekolahnya, anak saksi IPAKY asal salah satu desa di Kecamatan Melaya yang sedang duduk di depan kelas. Dengan bercanda tersangka langsung meminta uang Rp 2 Ribu untuk beli es karena kebetulan saat itu uang saku tersangka sudah habis. Namun anak saksi IPAKY (16) langsung menjawab jika dirinya tidak punya uang. Saat itulah tersangka tetiba menendang anak saksi IPAKY di bagian paha sehingga anak saksi kaget dan menanyakan tersangka sampai main fisik.
Kemudian terjadilah keributan dan tersangka mengajak anak saksi untuk duel di pantai Batu Grembang di Dusun Anyarsari Desa Nusasari Kecamatan Melaya. Sesampainya di pantai Batu Grembang tersangka langsung mendekati anak saksi dan saat itu anak saksi langsung menanyakan maksud tersangka menendangnya di sekolah. Tanpa basa basi lagi tersangka beberapakali memukul anak saksi. Saat anak saksi membalas dengan cara memiting / mengunci tubuh tersangka, tersangka berontak.
Untuk melepaskan kuncian tersebut, tersangka mencakar wajah dan leher anak saksi. Kasus ini dilaporkan ke pihak kepolisian hingga proses hukumanya bergulir di Kejari Jembrana. Pihak Kejari Jembrana telah melaksanakan ekspose permintaan penghentian penuntutan perkara tindak pidana perlindungan anak tersebut pertengahan pekan lalu. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jembrana, Salomina Meyke Saliama Minggu (28/1) mengatakan tersangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76C UURI 35/2014 tentang Perlindungan Anak
Didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Delfi Trimariono, dan Jaksa Fasilitator Ni Wayan Mearthi, ia mengatakan telah terjadi perdamaian tanpa syarat dan saling memaafkan antara tersangka dan anak saksi serta masing- masing orang tua, tokoh masyarakat setempat merespon positif. “Dalam ekspose tersebut Direktur Orhada atas nama Jaksa Agung Tindak Pidana Umum menyetujui dan mengabulkan permintaan Penghentian Penuntutan perkara melalui keadilan restoratif,” ujarnya.
Menurutnya penghentian penuntutan tersebut sudah memenuhi persyaratan Pasal 5 ayat (1), (6) dan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. “Kejagung selanjutnya memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali mengeluarkan Persetujuan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ-34). Kami diperintahkan menindaklanjuti penanganan perkara dimaksud sesuai ketentuan tersebut,” tandasnya.