Sinergitas BI dan LPS Jaga Stabilitas Sistem Keuangan | Bali Tribune
Bali Tribune, Senin 23 Desember 2024
Diposting : 5 May 2017 18:39
Arief Wibisono - Bali Tribune
BI
Para pejabat BI dan LPS usai memberikan konferensi pers setelah berlangsungnya seminar di Kuta, Kamis (4/5).

BALI TRIBUNE - Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menekankan pentingnya sinergi antarlembaga dalam mencapai dan menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Dengan berbagai tantangan perekonomian, baik dari sisi global maupun domestik, kewaspadaan seluruh pihak terkait perlu ditingkatkan. Dari sisi otoritas, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terus menjalankan perannya masing-masing, dengan tetap saling berkoordinasi.

Tak ketinggalan, pelaku industri dan pasar keuangan serta masyarakat pun memiliki peran dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, dengan memahami dan mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas. Untuk meningkatkan pemahaman tersebut, BI dan LPS menyelenggarakan seminar bersama bertajuk “Peran Strategis Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Memelihara Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia”, Kamis (4/5), di Kuta, Bali.

Dalam seminar ini antara lain membahas mengenai Undang-Undang No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Selain memberikan pijakan yang kuat untuk koordinasi antar lembaga, UU PPKSK tersebut juga merupakan jawaban atas reformasi kebijakan global (Global Regulatory Reform) yang sedang berlangsung di dunia internasional.

“UU PPKSK memuat beberapa prinsip utama yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan governance dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Pertama, penguatan peran dan fungsi serta koordinasi antara keempat lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Kedua, mendorong upaya pencegahan krisis melalui penguatan fungsi pengawasan perbankan, khususnya bank yang ditetapkan sebagai bank sistemik,” jelas Anggota Dewan Gubernur BI, Erwin Rijanto.

Ketiga, tambah dia, penanganan permasalahan bank dengan mengedepankan konsep bail in. Melalui pendekatan bail in tersebut diharapkan penanganan permasalahan bank tidak membebani keuangan negara. Keempat, metode penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas bank, diatur secara lengkap dan komprehensif. Kelima, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan memegang kendali penuh dalam penanganan krisis sistem keuangan.

Dengan terbentuknya UU PPKSK, diperlukan sejumlah langkah lanjutan pada semua lembaga yang tergabung dalam KSSK, antara lain perlunya penyelarasan produk hukum turunan, peningkatan kerjasama antar lembaga dan penyempurnaan protokol manajamen krisis. Untuk itu, Bank Indonesia dan LPS telah melakukan peningkatan kerjasama dengan otoritas keuangan lainnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk dalam hal sosialisasi dan edukasi. “Seminar kali ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai stabilitas sistem keuangan dan mendukung efektivitas kebijakan masing-masing otoritas,” imbuhnya.

Dijelaskan pula, stabilitas sistem keuangan merupakan fondasi yang penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang tidak stabil dan tidak berfungsi dengan baik dapat menciptakan inefisiensi dalam pengalokasian sumber daya ekonomi yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan ekonomi atau bahkan terjebak dalam krisis keuangan. Studi OECD pada tahun 2014 mengestimasi bahwa total akumulasi kerugian yang dialami dunia sejak terjadinya krisis keuangan mencapai 25 persen dari PDB tahunan Dunia. Indonesia sendiri memiliki pengalaman pahit mengenai krisis keuangan.

“Berkaca pada krisis moneter 1997-1998, Perekonomian nasional mengalami keterpurukan dan membutuhkan waktu sekitar 6-7 tahun untuk kembali pulih dan dengan biaya yang sangat besar, yaitu mencapai 57 persen dari PDB atau sekitar Rp 650 triliun,” sebut Erwin, seraya menambahkan perlunya terus meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi tantangan kedepan dan Ini merupakan tanggung jbersama, yaitu BI, LPS, OJK, Kementerian Keuangan dan industri serta stakeholder lainnya, untuk saling bahu-membahu dalam memelihara kestabilan sistem keuangan. BI selaku salah satu Otoritas dalam sistem keuangan Indonesia telah berkomitmen sesuai dengan kewenangan yang dimiliki untuk terus konsisten menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Dari tempat yang sama, Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan menjelaskan, dengan berhasilnya LPS bersama dengan Komisi XI DPR RI,BI, Kementrian Keuangan, OJK menyelesaikan Undang-Undang No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Selain memberikan pijakan yang kuat untuk koordinasi antar lembaga, UU PPKSK tersebut juga merupakan jawaban atas Global Regulatory Reform yang sedang berlangsung di dunia internasional. “Dalam UU PPKSK, Pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek/Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip Syariah (PLJP/S) dalam menjalankan fungsi BI sebagai Lender of Last Resort sebagaimana diamanatkan dalam UU Bank Indonesia dan kembali ditegaskan di dalam UU PPKSK,” jelas Fauzi.

Disebutkannya pula pihaknya telah melakukan peningkatan kerjasama dengan otoritas lain, termasuk BI, dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Cakupan kerjasama antara LPS dan BI antara lain meliputi kerjasama di bidang pencegahan dan penanganan krisis, pertukaran data dan informasi, sosialisasi dan edukasi serta peningkatan kompetensi pegawai. “Harapannya kita semua dapat lebih memahami peranan otoritas di sistem keuangan, khususnya LPS dan BI dalam memelihara stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dengan fondasi sistem keuangan yang kuat, diharapkan dapat terus berkontribusi positif terhadap pembiayaan ekonomi di Tanah Air.