Pasma menunjukkan jenis kain yang dulunya digunakan untuk membuat kasur kapuk.
Bangli, Bali Tribune
Hampir empat tahun lebih, I Nengah Pasma (53) harus menanggalkan profesinya sebagai pembuat kasur. Hal itu terpaksa ia lakukan karena tak lagi mendapatkan pasokan bahan baku dari Jawa. Padahal, dulu ia terbilang sukses dengan pekerjaannya ini.
Pasma yang merupakan warga Kelurahan Cempaga ini adalah seorang pembuat kasur kapuk secara turun temurun. Sejak di bangku SMP, Pasma telah belajar membuat kasur dari sang ibu, Ni Nyoman Jagat, yang pada zamannya memang terkenal sebagai pengrajin kasur kapuk. Menurutnya, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dalam membuat kasur kapuk. Salah sedikit saja, akan sangat berpengaruh pada pekerjaan.
Pasma mejelaskan, selama ini dirinya mendapatkan pasokan kapuk dri Banyuwangi, Jawa Timur seharga Rp30 ribu/kg. Namun, sejak Juli 2013 silam, pasokan kapuk itu tak lagi sampai ke tangannya. Karena itu, dia tak lagi bisa membuat kasur. Menurut pemasoknya ,oleh masyarakat di Jawa, pohon randu pada ditebang. “Kayu Randu banyak dicari untuk diolah menjadi papan pogesting sehingga sebelum berbuah sudah ditebang,” katanya.
Pasma yang saat ini menjadi Kepala Lingkungan Banjar Pande ini memaparkan, untuk membuat kasur kapuk diawali dengan memotong kain sesuai dengan ukuran. Selanjutnya dilanjutkan menjahit pinggiran kain. Setelah itu kapuk dimasukan ke lubang kain yang telah dibentuk sedemikian rupa. Setelah semuanya terisi kapuk baru dilanjutkan dengan proses “ ngembi” yaitu kain yang telah berisi kapuk dijahit bentuknya seperti kotak susu.
“Setelah proses ngembi selesai terakhir membuat pinggiran kasur,” jelasnya. Dalam sehari, Pasma mengaku bisa membuat dua lembar kasur. “Untuk harga tergantung ukuran. Untuk 1,5 meter x 2 Meter dibanderol Rp800 ribu, 1 x 2 Meter Rp350 ribu,” jelas Pasma diamini istrinya Ni Nengah Silawati. Untuk membuat kasur ukuran 1 x 2 meter, dibutuhkankapuk sebanyak 9,5 kg. “Setelah dipotong biaya kain dan kapuk, dll, satu kasur bisa menghasilkan keuntungan Rp200 ribu,” ungkapnya.
Pasma mengatakan, saat masih menjadi pembuat kasur kapuk, dirinya juga kerap mendapatkan pesanan dari RSJP dan RSUD Bangli. Karena kini tak lagi membuat kasur, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari agar kehidupan keluarganya bisa terus berjalan, dia pun terpaksa beralih profesi. Kini, Pasma setiap harinya membantu sang istri berjualan. “Kalau dilihat dari hasilnya, lebih menjajanjikan membuat kasur. Hasilnya lumayan juga sekalian bisa jaga rumah,” pungkasnya.