BALI TRIBUNE - Enam orang pendaki nekad menerobos zona bahaya dan naik hingga ke puncak Gunung Agung (3142 meter DPL). Mereka akhirnya dievakuasi oleh relawan Pasebaya Agung karena tersesat dalam perjalanan turun dari puncak, Rabu (10/1).
Keenam pendaki masing-masing I Made Suarjaya (41) asal Desa Menanga, Kecamatan Rendang, Karangasem, Sabran (48) warga asal Desa Cempaga, Bangli, Tomi Azdi Marta (21) dan Sunarmi (43) asal Desa Cukuroondang, Kecamatan Grati, Pasuruan, Jawa Timur, I Kadek Agus Setiawan (33) warga beralamat di Jalan Mertayasa, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, dan Morgan I Made Suarta alias Kanjeng Prabu Wiranegara (55) asal Banjar Legian Tengah, Kuta Utara.
Dari informasi yang dihimpun koran ini saat ikut naik melakukan pendakian guna mengevakuasi enam pendaki tersebut bersama Relawan Pasebaya Agung, sebelumnya keenam pendaki nekad tersebut berangkat menuju Pura Pasar Agung mengenakan pakaian adat dan membawa canang atau sesaji dengan alasan mau melakukan persembahyangan di Pura Pasar Agung. Hanya saja, portal di lokasi embung di bawah Pura Pasar Agung terkunci rapat, mereka tidak bisa naik.
Karena itu, mereka melepas pakaian adat dan menaruhnya di dalam mobil untuk kemudian berjalan kaki naik ke puncak. “Dalam mobil, relawan kami melihat ada pakaian adat dan sesaji,” ungkap I Nyoman Eka Semara Putra, salah satu relawan Pasebaya. Sementara pengakuan salah satu pendaki, mereka berangkat melakukan pendakian pada Selasa (9/1) Pukul 10.00 Wita. Pendeknya, pada Selasa malam, relawan Pasebaya menemukan adanya sebuah mobil parkir di dekat embung.
Menyadari ada pendaki yang naik ke puncak gunung, relawan kemudian berkoordinasi dengan Posko Induk Pasebaya, untuk terus memantau keenam pendaki nekat tersebut. “Kami sampai tidak tidur semalaman untuk mengawasi keenam pendaki tersebut. Kami pantau dari cahaya senter yang bergerak naik ke arah puncak,” ucap Ketua Pasebaya Agung, I Gede Pawana. Dari pengamatan itu diketahui, ada enam orang yang melakukan pendakian.
Dalam pengamatan selanjutnya, pihak Pasebaya Agung memperkirakan jika empat dari mereka tidak sampai di puncak lantaran ada empat cahaya senter terpantau kembali bergerak turun setelah sampai di bagian atas areal vegetasi. Dua cahaya senter lainnya yang menandakan ada dua pendaki terpantau terus bergerak naik menuju ke puncak kendati menjelang tengah malam kedua cahaya senter itu kembali bergerak turun sebelum kemudian tidak terpantau lagi.
“Kita bersama para relawan memantau pergerakan keenam pendai itu sampai subuh. Dan dari awal sebenarnya kami sudah menduga jika mereka tersesat. Sebab dari cahaya senter yang kami pantau terus bolak balik di sekitar satu titik saja,” sebut Gede Pawana. Karena itu, pada Rabu (10/1) pagi, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Polsek dan Koramil Selat, kemudian berangkat bersama untuk mengevakuasi keenam pendaki tersebut.
“Kami terjunkan tiga tim. Setelah dilakukan penyisiran, relawan kami akhirnya menemukan mereka di sisi barat di atas Pura Pasar Agung di ketinggian 2300 MDPL. Kami langsung lakukan evakuasi,” beber Pawana yang juga Perbekel Duda Timur ini. Ketika ditemukan keenam pendaki itu tampak kelelahan akibat kedinginan dan kehabisan logistik setelah tersesat hampir 18 jam. Selain itu, satu pendaki yakni Kanjeng Prabu Wiranegara terlihat lemas dan nyaris pingsan.
“Medan sangat sulit karena itu bukan jalur pendakian. Keenam pendaki itu dievakuasi ke parkir Pura Pasar Agung dengan selamat,” tandasnya. Dari keterangan yang didapat pihak kepolisi dari para pendaki ini, diketahui otak dari pendakian ini adalah Kanjeng Parabu Wiranegara. Karena yang bersangkutanlah yang mengajak lima orang lainnya itu untuk mendaki kepuncak Gunung Agung. Kanjeng Parabu Wiranegara sendiri adalah penekun salah satu aliran spiritual.
Dia mengaku sudah sempat sampai di puncak dan sempat menghaturkan sesaji di batu di puncak. Kepada petugas Kanjeng Parabu Wiranegara mengaku melakukan pendakian karena mendapatkan pawisik. “Saya gak ngerti pak, saya tidak ingin naik tapi saya dipaksa oleh Kanjeng Prabu Wiranegara. Saya tidak kenal dengan dia saya ikut kesini karena anak saya sopir yang nganter,” ungkap Sunarmi yang mengaku bekerja sebagai tukang pijat.