balitribune.co.id | Gianyar - Kehidupan dalam keberagaman ada sebuah persaingan, pertentangan namun dalam garis dharma negara menuju sebuah keharmonisan. Demikian pula di hajatan Pemilu 2020 ini, semua parpol seyogyanya menjalani dharmanya. Sebagaimana cerminan prosesi Siyat Sampian, serangkaian upacara piodalan di Pura Penataran Sasih, Pejeng, Tampaksiring, Kamis (12/3).
Bendesa Agung Jero Kuta Pejeng, Cok Gde Putra Pemayun mengungkapkan, tontonan sakral itu merupakan persembahan atas karunia Tuhan sekaligus tanda keseriusan umat untuk berupaya melangkah di jalan dharma. Cok Pemayun pun membenarkan jika ritual itu memiliki pemaknaan yang luas dan mendalam. Termasuk cerminan kehidupan berdemokrasi tempo dulu, yang menggambarkan sebuah pertentangan namun menghasilkan keharmonisan, lantaran semua pihak menjalani dharmanya masing-masing.
“Ritual ini juga merupakan persembahan atas karunia Tuhan sekaligus mewujudkan keseimbangan alam makro dan mikrokosmos,“ ungkapnya.
Sebelum prosesi nedunang Ida Bethara, terang Cok Pemayun, rangkaian prosesi meliputi ritual mabente-bentean, maombak-ombakan serta masiyat sampian. Ritual ini dilakukan pengayah Jero Sutri serta Juru Sirat yang selama Ida Bethara nyejer sibuk ngayah di pura setempat.
Sebelum dilaksanakan siyat sampian, para Jero Sutri dan Juru Sirat mengawali dengan ‘nampyog’ dimana para sutri dan juru sirat menari mengelilingi areal Pura Penataran Sasih. Selanjutnya, diikuti dengan prosesi mabente-bentean (saling tarik). Saat prosesi ini berlangsung para pengayah (Jero Sutri dan Juru Sirat) saling berpegangan tangan, lalu saling tarik satu sama lain. Kemudian dilanjutkan dengan gerakan maju mundur sedemikian rupa, sehingga menyerupai gerakan ombak dengan iringan tetabuhan gamelan.
Prosesi ini tentu saja menarik perhatian seluruh pemedek yang memadati areal Pura Penataran Sasih. Tampak pula puluhan turis asyik mengabadikan prosesi uniki ini menggunakan kameranya maupun handy cam-nya.
Seluruh prosesi ini dilaksanakan dengan mengelilingi areal Pura Penataran Sasih sebanyak tiga kali mengikuti arah mapurwa daksina. Setelah prosesi itu, mereka istirahat sejenak. Selanjutnya, berteriak hysteria dan langsung sembahyang di hadapan pengaruman pura serta pelinggih Ratu Sanghyang. Setelah usai sembahyang dan diperciki tirta, seluruh peserta tampak seperti orang kerasukan. Mereka pun langsung mengambil sampyan yang sebelumnya telah disediakan di halaman pura. Sampian tersebut sebelumnya diambil oleh prajuru dari ratusan dansil yang ada di areal pura.
Selanjutnya, para sutri tampak saling serang menggunakan sampian dengan sejumlah sutra lainnya. Begitu pula ketika hal serupa dilakuan para juru sirat. Herannya, tak satupun dari mereka yang merasakan kesakitan setelah melaksanakan tradisi itu. Sejumlah jrusu sirat mengaku puas bisa ngayah siyat sampyan.
Tradisi Siyat Sampian ini memang harus selalu dilaksanakan setiap piodalan di Pura Penataran Sasih setiap tahunnya. Tepatnya, sesaat sebelum prosesi Ida Bethara Manca-manca (dari luar desa pakraman Jero Kuta Pejeng) budal/kembali ke stananya masing-masing.