Denpasar, Bali Tribune
Bukan saja sebagai bupati pertama di Bali, Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, menjadi Mangku Sangging wanita pertama di Bali. Gelar itu diraih setelah dirinya ikut serta berperan dalam pengobatan secara skala dan niskala.
Kali ini, Bupati Eka mendapat kehormatan menjadi sangging dalam kegiatan Metatah Massal yang digelar Pasraman Yayasan Siwa Murti, Denpasar, Kamis (21/7) kemarin. Eka yang juga selaku Penasehat Perguruan Siwa Murti, menghadiri acara tersebut didampingi anggota DPRD Provinsi Bali, Ketut Purnaya, dan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tabanan. Menurut Eka, kegiatan ini bukan semata-mata untuk membantu masyarakat yang kurang mampu, namun ini juga katanya bertujuan untuk menciptakan generasi penerus yang bermoral dan berakhlak tinggi, sehingga dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik kedepannya, khususnya di Bali.
“Inilah inti dari hidup, hendaknya kita bisa berguna bagi masyarakat umum, dengan melakukan perbuatan yang baik, Niscaya dengan perbuatan yang baik kita menanam karma yang baik pula. Sehingga mendapat pahala yang baik pula, karena kita hidup tidak terlepas dari karma, “ terangnya. Ditambahkannya, dalam melakukan suatu kegiatan apapun yang berhubungan dengan ajeg Bali dan Tuhan Yang Maha Esa harus didasari dengan hati yang tulus ikhlas dan pikiran yang positif. Karena pikiran yang positif akan membuahkan perbuatan yang positif, sehinhga apa yang menjadi cita-cita kita bersama yaitu menuju ajeg Bali segera bisa terwujud.
“Ini adalah pengalaman baru bagi saya, dengan turut serta menjadi sangging. Suatu kehormatan yang luar biasa dan ini merupakan karma baik yang harus ditanam serta dilaksanakan dengan pikiran yang suci serta hati yang tulus. Kedepan agar perbuatan kecil yang saya lakukan ini bisa mengetuk hati masyarakat untuk bisa menjadi pribadi yang lebih berguna,” ungkapnya. Dia berharap, kegiatan yang sama bisa dilangsungkan pula di Tabanan. “Kegiatan ini sejalan dengan cita-cita bersama yaitu menuju ajeg Bali. Saya harap kegiatan ini terus berlanjut, karena inilah cerminan kita sebagai manusia, yang mampu harus bisa ringan tangan membantu yang kurang mampu,” tegasnya.
Ketua Panitia Metatah Massal, I Made Suarna, menyebutkan, ritual ini diikuti oleh 108 orang dari berbagai kalangan masyarakat yang berasal dari dan luar Bali. “Kegiatan ini terbuka untuk umum di seluruh Bali,”katanya. Terkait dengan biaya upakara, Suarna menegaskan seluruh peserta metatah massal ini sama sekali tidak dipungut biaya. “Seluruh rangkaian upacara ritual ini sama sekali tidak memungut biaya bagi para peserta yang mengikuti. Kegiatan ini murni dilaksanakan oleh Yayasan Siwa Murti, karena ini bagian dari yadnya` (keikhlasan)," tegasnya.
Sementara, Ketua PHDI Bali, Gusti Ngurah Sudiana, yang turut hadir dalam kegiatan itu memberikan apresiasinya. Menurutnya, sebagai umat kita semestinya lebih memahami hakekat sesungguhnya ritual ini mengingat metatah (ritual potong gigi,red) merupakan bagian dari yadnya. “Mari kita lebih memahami maksud dari metatah (potong gigi), karena metatah merupakan yadnya dalam Agama Hindu,” ucapnya.
Dia menambahkan, ritual ini sesungguhnya bertujuan untuk menghilangkan Sadripu yakni, enam musuh yang ada dalam diri manusia. Sehingga nantinya nafsu-nafsu jahat yang ada dalam diri dapat kita kendalikan. “Semoga kegiatan-kegiatan seperti ini dapat menjadi contoh tidak hanya bagi umat Hindu yang ada di Bali tetapi dapat dilaksanakan bagi umat Hindu yang ada di luar Bali,”imbuh Sudiana.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan HUT Yayasan Siwa Agung Jagadhita Provinsi Bali dan Perguruan Murti Bali serta Perguruan Siwa Murti Bali yang ke-8.