balitribune.co.id | Singaraja - Maraknya kasus trafficking atau penjualan manusia membuat Buleleng dijadikan proyek percontohan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Proyek percontohan ini diawali dengan Sosialisasi dan Edukasi Terpadu Pencegahan TPPO yang dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng Gede Suyasa di Ruang Rapat Rumah Jabatan Bupati Buleleng, Rabu (9/8/2023).
Sosialisasi dan edukasi ini diberikan secara daring dan luring oleh para narasumber dari lintas kementerian/lembaga yaitu Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK); Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam); Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT); Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri; Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo); Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham); serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Sekda Suyasa mengatakan rasa syukurnya karena Buleleng menjadi proyek percontohan pencegahan TPPO dalam bentuk sosialisasi dan edukasi terpadu kepada seluruh pihak terkait. Ini diperlukan mengingat jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Buleleng merupakan yang terbesar di Bali. Jumlah tersebut terlihat ketika para PMI pulang ke Bali saat pandemi Covid-19. Saat itu, 20 ribu orang PMI kembali dan 35 persen atau sekitar 5.600 orang berasal dari Buleleng.
Dari data tersebut, banyak dari kapal pesiar. Selebihnya menjadi PMI di tempat tujuan wisata internasional. “Jadi kita dijadikan proyek percontohan oleh Kemenko PMK terkait dengan pencegahan TPPO. Data jumlah PMI yang paling besar di Bali menjadi latar belakang pemilihan Buleleng sebagai proyek percontohan,” ujar Suyasa.
Mengenai pencegahan TPPO, mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) ini menjelaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng telah melakukan berbagai upaya. Baik itu sosialisasi maupun pengawasan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) telah melakukan pengawasan dan pembinaan ke agen-agen penyalur tenaga kerja.
Jika kegiatan agen tersebut mencurigakan, koordinasi segera dilakukan dengan aparat penegak hukum untuk pencegahan pengiriman tenaga kerja secara ilegal. “Sosialisasi juga sudah beberapa kali dilakukan. Bekerjasama dengan agen-agen yang resmi. Termasuk juga mungkin sekolah yang punya jurusan untuk ke kapal pesiar. Disnaker selalu diundang, berkoordinasi untuk tetap mengetahui bagaimana proses calon PMI sampai diberangkatkan.” jelas Suyasa.
Asisten Deputi Bidang Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa, Deputi V/Kamtibmas, Kemenkopolhukam Brigjen Pol. Bambang Pristiwanto sebagai salah satu narasumber dalam paparan materinya menyebutkan ada modus operandi baru dalam TPPO yaitu penipuan secara daring atau online scam. Dalam kurun waktu 2021 dan 2022 pemerintah telah menangani 1.262 orang korban TPPO dari tren baru ini.
Jumlah tersebut direkrut secara non-prosedural sebagai penipu daring untuk melakukan penipuan investasi, operator judi daring, penipuan berkedok pencucian uang, dan penipuan daring lainnya. “Dari jumlah tersebut, Kamboja menjadi kasus terbanyak di Asia Tenggara dengan kasus 864 orang, Myanmar 158 orang, Filipina 107 orang, Laos 102 orang dan Thailand 31 orang. Baru-baru ini pada tanggal 2 April 2023, pemerintah juga memulangkan 30 PMI bermasalah korban penipuan daring dari Vietnam,” tandas Bambang Pristiwanto.