balitribune.co.id | Amlapura - Buah salak yang tumbuh dan berkembang di sentra perkebunan salak yang ada di Kecamatan Bebandem, Selat dan Sidemen, Karangasem ternyata memilik ragam varietas yang terbentuk secara alami.
Hal itu disebutkan oleh Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Karangasem I Nyoman Siki Ngurah, kepada media, Rabu (9/8/2023). Pihaknya telah mendata sentra-sentra perkebunan salak yang ada di tiga kecamatan tersebut kendati memang pusat perkebunan salak itu berada di Kecamatan Bebandem, utamanya di Desa Sibetan dan Desa Jungutan.
Dari pendataan yang dilakukan tersebut tercatat ada belasan ragam varietas salak di Karangasem dengan warga sisik kulit, ukuran buah serta yang utama adalah rasanya, di antaranya Salak Gondok, Nenas, Gula Pasir, Nangka, Cengkeh, Nyuh, Injin, Gading, Merah, Bingin dan varietas lainnya yang terbentuk secara alami.
Melihat ragam varietas salak serta sistim pertanian atau perkebunan salak di Karangasem itu, pihaknya saat tengah berupaya untuk mengusulkannya ke Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) sebagai sistem warisan pertanian penting global. “Kita usulkan ini mengingat sistem pertanian salak di Sibetan mempunyai sejarah panjang kehidupan manusia di Desa Sibetan pada khususnya,” cetus Nyoman Siki Ngurah.
Ia menegaskan jika sistem pertanian salak di Desa Sibetan tersebut diusulkan Kementerian Pertanian melalui Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun 2018. Dan saat ini sudah masuk tahap penyempurnaan proposal di Roma, Italia. “Saat ini masih dalam tahap perbaikan proposalnya. Nah setelah ini kemungkinan akan ada peninjauan langsung dari Roma. Sebelumnya, Dinas Pertanian bersama Provinsi serta Kementerian Pertanian sudah meninjau serta gelar workshop di Ujung,” bebernya.
Dijelaskannya ada beberapa hal mendasar diusulkannya sistem pertanian salak di Sibetan menjadi warisan pertanian global. Salah satu diantaranya yakni karena salak dan sistim pertaniannya miliki sejarah, dan sampai sekarang masih diingat dan dilestarikan masyarakat. Terutama sejarah pertanuan salak di Karangasem, seperti di Desa Sibetan, lanjut Siki Ngurah, selurah masyarakatnya percaya jika sistem pertanian salak dari leluhurnya yang bernama Jro Dukuh Sakti. “Beliau menanam salak di Abad ke 14. Makanya di Sibetan ada pura namanya Pura Dukuh Sakti," ulasnya.
Saat ini sistem pertanian salak di Desa Sibetan telah penuhi 5 kriteria sesuai yang ditentukan oleh FAO, satu diantaranya yakni menyangkut keamanan pangan dan mata pencaharian masyarakat. Menurut masyarakat tanam salak merupakan sumber kehidupan warga Sibetan, dan dilestarikannya hingga zaman modern.
Dalam sistem pertanian salak di Sibetan terdapat pengetahuan lokal, serta bercocok tanamnya. Mulai penanaman, hingga panennya. Selain itu ada budaya, organisasinya, sistem nilai, dan sosial. Sementara revisi proposal salak Agroforestri Systems ditetapkan sebagai situs pertama yang dapat sertifikasi oleh GIAHS dari FAO.