BALI TRIBUNE - Kota Denpasar merupakan kota metro yang menjadi tujuan sekaligus daerah transit bagi kaum urban. Hal ini membuka peluang Kota Denpasar menjadi daerah transit perdagangan orang.
Untuk mencegah hal tersebut, berbagai hal telah dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Denpasar. Salah satunya dengan meningkatkan koordinasi dengan Tim Pencegahan dan Penanganan Tindak Perdagangan Orang (TPPO).
Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak, I Gusti Agung Sri Wetrawati, Minggu (24/9) usai seminar di Gedung Graha Sewaka Dharma, Lumintang mengatakan, Kota Denpasar sudah menjadi daerah transit dan daerah tujuan untuk perdaganan orang. Di tahun 2016 terdapat 29 orang tenaga kerja wanita asal Sumba korban TPPO dan tahun 2017 sebanyak 5 orang dari Jawa Barat.
"Semua korban TPPO tersebut telah ditindak lanjuti oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar. Untuk mencegah Denpasar sebagai tempat transit dan tujuan TPPO, Pemerintah Kota Denpasar melalui DP3AP2KB telah rapat koordinasi dan penanganan tindak pidana perdaganan orang. Hal ini untuk meningkatkan pemahaman dan penyamaan persepsi tentang TPPO," ujarnya.
Sementara Sekretaris DP3AP2KB Kota Denpasar AA Ngurah Made Wijaya menambahkan perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perbudakan modern. Untuk mencegah hal tersebut Pemerintah Kota Denpasar telah melakukan berbagai upaya mulai dari penerbitan Perda Pelindungan Anak dan Perempuan sampai pada SK Walikota tentang pembentukan Tim Gabungan TPPO. Meski demikian pencegahan PPO tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri melainkan harus melibatkan semua stakeholders tekait dan seluruh masyarakat.
Melalui koordinasi dengan TPPO diharapkan dapat mencegah terjadi perdagangan orang. “Dengan semakin sering dilakukan koordinasi TPPO tentunya akan semakin menyamakan persepsi terkait dengan pencegahan perdaganan orang,” ujarnya.