BALI TRIBUNE - Hotel pengguna air tanah di kawasan ITDC Nusa Dua ‘diobok-obok’ jajaran Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung, Kamis (8/2) kemarin.
Instansi ‘mesin uang’ Pemkab Badung itu melakukan sidak sebenarnya untuk memastikan bahwa pengusaha tersebut membayar pajak sesuai air yang digunakan.
Namun, menariknya dalam sidak pajak air tanah tersebut, jajaran Bapenda Badung justru menemukan sebagian besar hotel mewah di kawasan Nusa Dua sudah menggunakan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO). Yakni, mengulah air laut menjadi air minum.
Sidak sendiri dipimpin langsung oleh Kepala Bapenda Badung, Made Sutama. Turut hadir mendampingi I Wayan Suyasa selaku Direktur Tehnik PDAM Tirta Mangutama Badung.
Sutama dihubungi, kemarin, mengakui pengusaha hotel di Nusa Dua mulai sedikit memanfatkan air bawah tanah dan berlangganan PDAM. Mereka kebanyakan beralih menggunakan sistem SWRO yang bekerjasama dengan pihak ketiga. “Iya, hotel-hotel sudah mulai beralih memanfaatkan air laut untuk air bersih,” ujarnya.
Dengan alat SWRO air laut bisa diubah menjadi air tawar yang layak untuk dikomsumsi. Sutama mengatakan, pihak hotel mengaku banyak beralih menggunakan SWRO lantaran kualitas airnya lebih bagus dari pada air bawah tanah yang ada di kawasan ITDC Nusa Dua. “Pihak hotel ngaku kualitas SWRO lebih baik dari air tanah. Makanya mereka sekarang kebanyakan mengubah air laut menjadi air tawar,” kata Sutama.
Dari hasil pendataan, lanjut mantan Kepala BPPT Badung ini, pihaknya sedikitnya menemukan 14 hotel yang sudah beralih dari air tanah dan PDAM ke SWRO. Diantaranya Hotel ST Regis Bali, Melia Hotel Bali, The Laguna Resort Spa, Bulgary Hotel, Blue Point Hotel, Indigo Hotel, Westin Hotel, Nusa Dua Hotel, Condraad Hotel, PT Consolidate Water Bali, Ritz Carlton Bali Hotel, Vlub Med Hotel, Sofitel Hotel, Grand Hyatt Hotel.
Untuk penyedia jasa pengolahan air melalui sisitem SWRO yakni Gapura Liqua Mandiri (GLM) yang kantor pusatnya di Bandung dan PT Tiara Cipta Mandiri yang kantor pusatnya di LC Jalan gatot Subroto, Denpasar.
“Yang kami temukan saja sudah 14 WP (wajib pajak, red) menggunakan SWRO, jumlah ini bisa saja bertambah karena kita masih terus lakukan pendataan,” terangnya.
Celakanya, pengusaha yang mengolah air laut menjadi air tawar ini tidak membayar pajak. Nah, terkait hal ini Sutama mengaku akan segera memanggil hotel-hotel yang memanfaatkan air laut tersebut. “Sampai saat ini mereka belum kena pajak. Nanti setelah semua terdata kita akan panggil mereka,” kata Sutama.
Menurut rencana hotel pengguna SWRO ini juga akan dipasangi water meter. Sehingga mereka tetap bayar pajak. “Untuk meningkatkan pendapatan pajak nanti kami akan pasangi water meter. Dan kami akan terus cek hotel-hotel yang menggunakan air laut,” ujarnya.
Sementara untuk diketahui target pajak air tanah tahun 2017 mencapai Rp 67,9 miliar lebih dan terealisasi hanya Rp 61,8 miliar lebih. Untuk target 2018 Bapenda ditargetkan sebesar Rp 88, 4 miliar lebih, ini terjadi kenaikan target sebesar 20,4 miliar lebih dari tahun 2017.
“Adapun piutang pajak air tanah hingga tahun 2017 mencapai Rp 13,1 milair lebih dan perkebangan wajib pajak air tanah dari tahun 2016 hingga 2017 mengalami peningkatan sebanyak 369 wajib pajak. Tahun 2016 sebanyak 1490 dan tahun tahun 2017 sebanyak 1848.