Diposting : 17 November 2018 21:09
Redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Pro kontra kasus operasi tangkap tangan (OTT) pungli di Pura Tirta Empul, Tampaksiring yang kian melebar, diharapkan tidak mengendorkan langkah polisi dalam menegakkan hukum. Dengan "gorengan" berbagai pihak dengan beragam kepentingan, justru diharapkan semakin memotivasi petugas untuk mengusut kasus itu secara tuntas. Dorongan itu disampaikan Ketua Garda Penegak dan Pejuang Aspirasi Rakayat (GARPPAR) Gianyar, Ngakan Made Rai.
Ditemui di Sekretariat GARPPAR Gianyar, Jumat (16/11), Rai menekankan, sebagai aparatur penegak hukum, polisi wajib menjunjung hukum sebagai panglima. Karena itu, tidak ada tawar menawar lagi jika ada tindakan melawan hukum di seluruh lapisan masyarakat, keculai diusut tuntas.
Termasuk pula kasus OTT di objek wisata Pura Tirta Empul, polisi diharapkan minta agar fokus pada penerapan hukum formal tindak pidana korupsi. “Terlepas dari pro dan kontra berbagai kalangan, jika unsur hukum pidananya sudah memenuhi, polisi harus tancap gas dan jangan ragu-ragu lagi. Harapan kami, dalam kasus ini malah harus diusut tuntas,” dorong Ngakan Rai.
Pada kesempatan ini, Ngakan Rai menyayangkan pernyataan berbagai pihak dengan sudut pandang yang beragam itu, telah menimbulkan situasi tidak kondusif.
Pihaknya khawatir pro kontra ini terus bergulir dan dimanfaatkan sebagai komoditi tertentu. Apalagi di saat situasi menjelang Pileg/Pilpres 2019 ini.
“Beragam isu di masyarakat akan berpotensi dijadikan komoditi politik di musim kampanye ini. Kami melihat OTT pungli ini sudah digoreng berlebihan,” sorotnya.
Yang paling membuat risih, sebut Rai, pro kontra ini telah menggiring opini ke masyarakat yang berpotensi membenturkan polisi dengan desa pakaraman. Padahal, polisi sudah berulang kali mengklarifikasi mengenai kasus OTT itu murni dugaan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, desa pakraman justru akan diuntungkan terhadap pengungkapan ini. Karena tidak hanya merugikan negara, namun juga desa pakraman itu sendiri.
“Yang jelas tidak ada subjek hukum di negara ini yang kebal hukum. desa pakraman juga bukan alasan atau tempat berlindung untuk menjadikan seseorang itu kebal hukum. Ingat, tidak ada negara dalam negara dan Polri jangan sampai mengingkari komitmen bangsa dalam penegakan hukum,“ tegasnya.
Menyikapi kepanikan masyarakat adat yang selama ini melakukan pungutan dan hanya berlandaskan pararem/awig-awig, Rai memaklumi. Kondisi inipun dinilai sebagai momentum yang tepat untuk mencari solusi agar ada kepastian hukumnya.
Syukurnya, pihak pemerintah, baik kabupaten maupun provinsi sudah melakukan kajian dan berjanji akan segara menyiapkan regulasi yang memayungi pungutan adat ini.
“Intinya semua pihak harus bersabar, jika payung hukumnya sudah jelas, tentu tidak ada keraguan lagi. Tidak seperti situasi sekarang ini, semua pihak berdoktrin , namun kenyataannya regulasinya masih abu-abu dan aparat hukum ikut dilarang-larang masuk ke wilayah tertentu,” tambahnya.
Rai menambahkan, tindakan hukum yang dilakukan kepolisian, khususnya dalam kasus OTT pungli Tirta Empu sudah tepat. Dan tidak ada hubungannya dengan pelemahan desa pakraman. Terlebih kerugian yang ditimbulkan cukup tinggi. Karena itu, pihaknya juga mendorong agar polisi tidak ragu-ragu lagi dan terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini.