Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Makepung Lampit, Ajang Menjaga Warisan Budaya

Bali Tribune / EVENT - Masyarakat antusias mengikuti event makepung lampit yang kembali digelar Minggu (26/11) di Subak Tegalwani Pangkung Jajung Cibunguran, Kaliakah Negara.

balitribune.co.id | Negara - Selain atraksi makepung cikar, Jembrana juga memiliki atraksi makepung lampit. Makepung Lampit sebagai salah satu warisan budaya di Kabupaten Jembrana. Makepung lampit yang atraksinya dilakukan di areal sawah berlumpur ini memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Bahkan sejak beberapa tahun terkahir, tadisi makepung lampit yang merupakan tradisi masyarakat agraris di Bali Barat iini mulai rutin digelar setiap tahunnya.

Ditengah berbagai tantangan dampak kemajuan jaman terhadap pertanian dipedesaan, masyarakat agraris di Jembrana selama ini masih tetap melestarikan tradisi makepung lampit. Berdasarkan data yang dihimpun, atraksi makepung lampit ini juga merupakan budaya lokal Jembrana yang diwariskan secara turun temurun dari tetua terdulu. Makepung lampit memiliki perbedaan dengan makepung cikar. Makepung cikar dilakukan di lintasan kering, sedangkan makepung lampit dilakukan di sawah berair dan berlumpur.

Makepung lampit ini dulunya berawal dari aktifitas kalangan petani membajak sawah (ngelampit) yang bernafaskan budaya gotong royong dan semangat berkompetisi. Jika makepung cikar digelar setalah musim panen, makepung lampit dihelat menjelang musim tanam padi. Ide awalnya sederhana yakni untuk memacu semangat ditengah sawah, para petani kejar-kejaran (balapan) menggunakan bajak dan akhirnya menjadi tradisi. Atraksi ini pun hingga kini masih terus dilestarikan masyarakat Jembrana.

Atraksi makepung lampit ini juga memiliki keunikan tersendiri. Kendati makepung lampit ini harus dilaksanakan di areal persawahan berair dan berlumpur, tapi lumpurnya juga tidak boleh dalam. Sehingga pemilihan tempatnya harus benar-benar tepat. Petakan sawah juga harus memiliki panjang minimal 80 meter dengan lebar minimal 20 meter serta kedalam lumpur 10 cm. Dengan kondisi sawah sekarang yang petakannya sempit-sempit dan lumpurnya dalam juga membuat sekha makepung harus memilih lokasi terbaik.

Bahkan tidak semua kerbau bisa berlari dilumpur sehingga hanya kerbau yang sudah terlatih saja yang bisa digunakan mekepung lampit. Makepung lampit juga mempergunakan peralatan yang kini sudah langka. Selain tidak menggunakan pemukul rotan berduri seperti pada makepung cikar dan hanya memakai pecut untuk memacu kerbau agar berlari kencang sehingga kerbau tidak terluka, perlengkapan pada makepung lampit seperti lampit (bajak) juga kini sudah sangat terbatas dan jarang ada yang memilikinya.

Kemanjuan jaman pun berdampak. Seperti digantikannya lampit dengan mesin traktor. Sehingga sejak makepung lampit ini dilombakan, para sekha makepung kembali membuat peralatan pertanian tradisonal tersebut. Bahkan keterbatasan alat ini juga berpengaruh pada perserta makepung lampit. Peserta makepung lampit tidak sebanyak makepung cikar. Dengan keunikannya tersebut, ajang mekepung di atas lahan sawah berlumpur ini juga tak kalah menarik dan tak kalah antusias dengan makepung cikar.

Teranyar makepung lampit kembali digelar Minggu (26/11) di Subak Tegalwani Pangkung Jajung Cibunguran, Kaliakah Negara. Koordinator Sekha Mekepung Jembrana, I Made Mara mengatakan Makepung Lampit Cup tahun ini diikuti 40 peserta. Mekanisme  pada lintasan sepanjang 50 meter  ada tiga bendera berjejer. Jarak bendera pertama 10 meter, bendera kedua 20 meter dan bendera ketiga 20 meter “Bendera pertama itu untuk start, bendera kedua untuk batas joki duduk diatas lampit dan bendera ketiga untuk finish,” jelasnya.

Menariknya, Wakil Bupati Jembrana I Gde Ngurah Patriana Krisna juga ikut berpartisipasi sebagai joki menjajal sirkuit sepanjang 50 meter tersebut. Makepung Lampit ini menurutnya juga sebagai ikon memperkenalkan budaya Jembrana di kancah internasional. “Kalau Makepung cikar itu kan sudah diakui memang, nah ini sekarang Makepung Lampit di sawah juga harus dilestarikan. “Makepung Lampit ini merupakan bagian dari warisan budaya leluhur kita, agar selalu dijaga, jangan sampai hilang,” tandasnya.

wartawan
PAM
Iklan icon ads
Iklan icon ads

SOM-20, Momentum Memperkuat  Konservasi Laut dan Ketahanan Kawasan Terhadap Perubahan Iklim

balitribune.co.id | Mangupura - Pertemuan Tingkat Pejabat Senior ke-20 atau 20th Senior Officials’ Meeting (SOM-20) Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) yang berlangsung 10-11 Desember 2025 di Kabupaten Badung, Bali ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kerja sama regional dalam konservasi laut, pengelolaan perikanan berkelanjutan, dan peningkatan ketahanan kawasan terhadap perubahan iklim.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Tanpa Kantongi PBG, Bangunan Investor di Hutan TNBB Disegel

balitribune.co.id | Negara - Bangunan di kawasan hutan Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang mencuat belakangan ini ternyata belum mengantongi dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Persoalan tersebut terungkap saat sidak yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Jembrana bersama instansi terkait ke lokasi bangunan tersebut berdiri.

Baca Selengkapnya icon click

Banjir Bandang di Manggis, Jalur Denpasar-Karangasem Lumpuh 2 Jam

balitribune.co.id | Amlapura - Banjir banjir bandang menerjang dua desa di Kecamatan Manggis, yakni Desa Antiga Kelod dan Desa Gegelang. Sejumlah rumah terendam banjir, lebih dari lima unit mobil milik warga juga terendam banjir, bahkan satu unit mobil yang terparkir di pinggir jalan di Desa Antiga Kelod juga nyaris hanyut, namun beruntung warga sigap dan langsung mengikat mobil tersebut dengan tali plastik.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.