Perlunya Pembangunan Karakter Melalui Pendidikan Yang Ditunjang Adat Budaya | Bali Tribune
Diposting : 15 September 2017 19:02
Arief Wibisono - Bali Tribune
I Gusti Lanang Muliarta
I Gusti Lanang Muliarta

BALI TRIBUNE - Berbicara soal pemimpin yang baik dan ideal minimal mempunyai empat syarat antaranya, memiliki visi, punya kemampuan men”drive” semua orang yang memiliki kepentingan atas misi tersebut atau istilahnya satu bahasa, memiliki kemampuan merealisasikan visi itu nyata, serta yang terakhir memiliki hati nurani, kepentingan yang tulus dan karakter yang kuat. Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Bali Kuna, I Gusti Lanang Muliarta di sela kegiatan ICNT di Gianyar, Kamis (14/9).

“Mencari pemimpin seperti ini tentu tidaklah mudah, apalagi yang punya hati nurani dan berkarakter. Nah, untuk membentuk semua itu rupanya perlu pendidikan sebagai cikal dari terbentuknya karakter, disamping juga lingkungan dan adat budaya,” ucap pria yang juga sebagai konsultan manajemen dan sumber daya manusia ini.

Dia juga menjelaskan, Bali kedepannya mesti jelas arahnya. Apakah bicara ekonomi, alam, infrastruktur, kesempatan kerja, atau yang lainnya. Namun apa yang menjadi prioritas dalam arahan pembangunannya mesti diindentifikasi berdasarkan skala prioritas. “Perlu kiranya dibuat dulu prioritas pembangunan, lantas bangun sistemnya, lantas punya tujuan dan konsisten itu yang penting,” tandasnya.

Dikatakan pula, perlu adanya kontrol dari peran masing masing dalam implementasi program. Keberhasilan bisa dikatakan berhasil jika terjadi pemerataan di seluruh sektor, tidak terjadi ketimpangan. “Indikator harus ada untuk menyatakan pembangunan itu berhasil atau tidak. Atau yang terlihat hanya angka, namun di lapangan masih terjadi ketimpangan, pun mesti diperbandingkan dengan daerah lain,” ucap Lanang.

Isu yang berkembang saat ini soal pemerataan lagi hangat hangatnya. Pariwisata masih menjadi acuan tertinggi ekonomi Bali, dan tidak bisa dipungkiri pariwisata hanya terpusat di Badung Selatan. “Jika berbicara pemerataan selama otonomi tingkat dua sepertinya akan terseok seok. Kecuali daerah daerah yang tertinggal memiliki pemimpim berkarakter yang mampu merubah keadaan, banyak kok contohnya,” ujar dia.

Berbicara soal otonomi terkait dengan pemerataan isunya agak sedikit sensitif ketika otonomi itu mutlak ada di tingkat satu. Menurutnya wacana itu ideal, namun tidak mudah. “Ini agak sensitif dan politis, ideal tapi tidak gampang untuk memperjuangkan itu. Banyak pihak yang akan bersinggungan,” tutupnya.