Petani Toya Mapeh Kembangkan Budidaya Cacing | Bali Tribune
Diposting : 3 July 2017 19:17
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
CACING
CACING - I Wayan Badan dengan cacing peliharaanya.

BALI TRIBUNE - Para petani  kini tidak hanya terpaku dari hasil pertanian, namun juga membidik sektor lainnya yang dianggap memiliki peluang bisnis. Seperti yang dialkukan petani di kawasan Toya Mampeh, Desa Batur Selatan, Kintamani. Beberapa petani kini mengembangkan budidaya cacing jenis Lumbricus Rubbelus.

Cacing yang diimpor dari Negeri Kanguru, Australia selain mampu menyuburkan tanah, juga bisa diolah menjadi minuman jus yang dicampur dengan buah-buahan. "Cacing yang di mata sebagian orang sebagai binatang menjijikkan, ternyata kaya manfaat," ujar  Ketua Kelompok Tani Amerta Lestari, I Wayan Badan, Minggu (2/7).

Ditemui di rumahnya, Wayan Badan menuturkan, budidaya cacing sudah digelutinya  sejak tahun 2003 lalu. Untuk pemasaran sudah sampai ke seluruh Bali, namun pemasaran hingga keluar negeri belum bisa dilakukan karena belum punya relasi. "Memenuhi permintaan di Bali saya siap. Tapi untuk keluar negeri hingga kini belum bisa. Kalau yang di luar Bali seperti petani di  Jawa sudah bisa memasarkan hingga Korea dan Jepang," ujarnya. 

Badan menuturkan, ia mengembangkan budidaya cacing Lumbricus Rubellus untuk mendapatkan pupuk yang berkualitas bagi pertanian. Dikatakan, menurut Balai pengkajian teknologi, pupuk yang dihasilkan oleh cacing ini lebih  bagus dibandingkan dengan pupuk anorganik. "Petani ini bisa berkelanjutan untuk menaman dan dengan menggunakan pupuk ini bisa menjaga ph tanah," ujarnya.

Selain bagus untuk pertanian, cacing Lumbricus Rumbellus bisa dimanfaatkan untuk kesehatan. Cacing ini cukup rakus dibandingkan cacing pada umumnya, sehingga untuk memberikan makan tiga sampai empat hari sekali. Sedangkan untuk panen cacing biasa di usia 6 bulan, bila ingin bertelur atau sudah berkembang cacing dipanen diusia 8 bulan.

Lanjutnya  budidaya cacing cukup menjanjikan, selain dimanfaatkan untuk pertanian juga untuk kesehatan. "Kami sebagai petani tidak kesulitan mencari pupuk dan hasilnya jauh lebih bagus," ucapnya.

Badan mengatakan, cacing bisa diolah dalam bentuk kapsul dan dibuat jus. Manfaatnya untuk menambah stamina, pengobatan untuk sakit tipus, asma, demam berdarah, sakit kuning, dan beberapa sakit lainnya. "Untuk kapsul dibuat di Denpasar, kalau jus baru bisa saya buat sendiri," tuturnya.

Kata Badan, harga cacing  berkisaran Rp 150 ribu/Kg sedangkan untuk pupuk dijual Rp 3000/ Kg. Bila ada pembeli cacing sampai 10 kilogram, maka akan langsung dibawakan. Diakui bila ada masyarakat yang ingin membudidayakan cacing seperti dirinya, Ia siap untuk membagi ilmu dan akan diberikan bibit. "Biasa saya melakukan pendampingan agar lebih mudah diterapkan," ujarnya.

Untuk bisa mengembangkan cacing lubricus rumbellus petani harus menyiapkan sebuah tempat tertutup. Ruangan tersebut diisi berbagai kotoran ternak seperti sapi, babi maupun kotoran ayam. Hanya agar cacing tidak sampai mati, gas yang terkandung dalam kotoran harus sudah terurai. Untuk menjaga kelembapan ruangan sesekali perlu disiram. Selanjutnya di sanalah cacing-cacing itu dilepaskan. Untuk makanan cacing peternak bisa hanya memberikan sampah sisa rumah tangga seperti sayuran busuk. ‘’Cacing ini sangat rakus sehingga cepat menghasilkan,’’ jelasnya.

Dibandingkan cacing lokal, jenis Lumbricus Rubbelus ini ukurannya jauh lebih kecil. Kalau cacing lokal ukurannya lebih besar dan panjang tetapi perkembangannya lambat. Sementara cacing impor ini meski ukurannya lebih kecil namun sangat rakus terhadap makanan. Sehingga perkembangannya juga sangat cepat. Pupuk yang dihasilkan cacing ini per harinya setara dengan berat badannya. Dia mencontohkan, kalau cacing memiliki berat 2 gram, dia akan menghasilkan pupuk 2 gram per hari. "Pupuk yang dihasilkan jauh lebih bagus mutunya dari pupuk anorganik " sebutnya.