balitribune.co.id | Singaraja - Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Hari Suci Nyepi sebagai momentum refleksi diri dan juga untuk menjaga toleransi antar umat beragama.
Hal itu disampaikannya dalam rangka Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946.
Lihadnyana berharap makna dari Hari Suci Nyepi bisa benar-benar dilaksanakan dengan penuh kesadaran. Tidak hanya bagi umat Hindu, tapi juga untuk semua umat beragama agar saling menghormati. Oleh karena itu, Hari Suci Nyepi bisa dijadikan momentum refleksi diri. Segala hal yang menjadi kesalahan dan kelemahan di masa lalu, agar diperbaiki di tahun yang baru. “Kita perbaiki mulai dari Ngembak Geni atau sehari setelah Nyepi. Sehingga, perjalan hidup kita tidak seimbang secara sekala dan niskala tapi juga penuh kedamaian dan kebaikan,” harapnya.
Lihadanyana mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk saling toleransi dan menghormati pada saat Catur Brata Penyepian. Apalagi awal Ramadhan berbarengan dengan Hari Suci Nyepi. Seluruh masyarakat diimbau untuk menghormati kesepakatan-kesepakatan yang sudah tertuang sebelumnya. Kesepakatan tersebut telah ditandatangani tidak saja oleh pemerintah, namun juga dari unsur-unsur keagamaan lainnya. Hal itu sebagai wujud toleransi dalam pelaksanaan Hari Suci Nyepi khususnya di Kabupaten Buleleng.
“Saudara umat Hindu harus lebih memberikan contoh. Karena Nyepi digunakan sebagai momentum introspeksi diri untuk melaksanakan Catur Brata Penyepian secara baik dan damai,” ujar Lihadnyana.