Diposting : 2 March 2019 13:20
Victor Riwu - Bali Tribune
Bali Tribune, Denpasar - Taru Menyan, tema ogoh-ogoh inil diangkat STT Dharma Stuti, Banjar Panca Kerta, Desa Tegal Kertha, Denpasar Barat. Taru Menyan merupakan nama Desa di Bangli. Taru berarti Pohon dan Menyan berarti Harum atau Pohon Harum. “Konsep ini sudah kami rancang sejak dua bulan lalu. Selain memaknai hari raya Nyepi kami juga ingin berbagi kisah tentang Taru Menyan yang belum banyak diketahui orang,” ujar Ketua STT Dharma Stuti, I Gusti Ngurah Putra Udiyana.
Keberadaan nama desa Trunyan ini sendiri berawal dari pengembaraan empat orang putra putri Raja Surakarta ke Bali untuk mencari bau harum yang menyengat. Alkisah, Raja Solo yang bertahta di Kerajaan Surakarta, beliau mempunyai empat orang anak. Tiga anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Suatu hari tiba-tiba mereka mencium bau harum yang sangat menyengat. Keempat bersaudara itu sangat penasaran dan tertarik dengan bau harum tersebut.
Akhirnya merekapun memutuskan untuk melakukan perjalanan guna mencari sumber bau harum tersebut dipimpin Pangeran Sulung. Singkat cerita, dari empat bersaudara tersebut hanya tersisa Pangeran Sulung yang akhirnya bertemu dengan Dewi yang cantik nan jelita terlihat sedang duduk di bawah pohon di sekitar lereng Gunung Batur. Ketika ia ingin menghampiri, bau harum tersebut semakin menyengat.
Pangeran Sulung langsung mendekati Sang Dewi, saat berada semakin dekat entah kenapa yang dilihat oleh Pangeran hanyalah sebuah pohon, yang dikenal sebagai pohon Taru saat ini. Namun sangat jelas sumber aroma wangi berasal dari pohon tersebut. Jauh sebelum kedatangan Pangeran Sulung beserta rombongan dari Kerajaan Surakarta, tersebutlah Raksasa Kurusya Tonya yang sudah lebih dahulu mencium aroma wangin dari desa ini.
Ia juga yang membuat Dewi tersebut dikutuk menjadi pohon. Akhirnya terjadilah perang antara Pangeran Sukung dan Raksasa Kurusya Tonya yang akhirnya dimenangkan Pangeran Sulung. Pangeran akhirnya menikah dengan sang dewi tersebut. Setelah itu pangeran sulung dinobatkan sebagai pemimpin desa yang dikenal dengan nama Desa Trunyan. Sang pangeran diberi gelar, Ratu Sakti Pancerin Jagat.
Sedangkan istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar. Sejak saat itu Ratu Sakti Pancerin Jagat dibantu sang istri memimpin Desa Trunyan dengan arif dan bijaksana. Sebagai seorang raja beliau menginginkan rakyatnya hidup damai dan sejahtera, oleh karena itu ia tidak menginginkan hal serupa terjadi lagi. Kemudian Ratu Sakti Pancerin Jagat meminta rakyatnya menyamarkan bau harum pohon taru agar tidak mengundang orang lain berniat buruk untuk menguasainya.
Ratu Sakti Pancerin Jagat memerintahkan agar jenazah-jenazah orang Trunyan tidak lagi dikuburkan, tetapi dibiarkan saja diletakkan di bawah pohon Taru Menyan sehingga bau harum tersebut tidak lagi mengundang orang luar untuk dating ke negeri ini. Demikian juga jenazah penduduk setempat tidak lagi mengeluarkan bau busuk. Bau harum dan bau busuk telah saling menetralisir. Demikianlah kisah mengenai Taru Menyan, ogoh-ogor garapan STT Dharma Stuti ini.