Bangli, Bali Tribune
Kebijakan menutup lokasi galian C illegal di Kabuapten Karangsem berimbas pada semakin sulitnya warga untuk membeli pasar. Dampak langkanya atau sulitnya membeli pasir, selain dirasakan oleh pengusaha yang bergerak di bidang kontruksi, juga dirasakan oleh warga yang menggeluti usaha cetak batako.
Sebagian besar pengusaha batako mengaku pasca penutupan beberapa tempat usaha galian C di karangsem, membuat pasir sangat sulit didapatkan. Walaupun dapat membeli dengan harg mahal.
Pengusaha batako, Dewa Nyoman Wijaya, mengatakan, seretnya pasokan pasir terjadi sejak dua pekan. Ketidaktersedian bahan baku utama batako, membuat usahanya sempat terhenti beberapa hari. “Praktis karena tidak ada pasir maka para buruh terpaksa kami liburkan,” jelasnya.
Menurut pria asal desa Peninjoan ini, dalam kondisi normal atau tidak ada penutupan usaha galian untuk membeli pasir sangat mudah. Namun kondisi berbanding terbalik ketika usaha galian ditutup, untuk membeli pasir kita harus order jauh-jauh hari dengan harga yang lebih mahal dari harga biasanya.
Dalam kondisi normal untuk harga pasir satu truk dibanderol dengan harga Rp1,1 juta / truk sementara kondisi saat ini harga pasir dibandrol dengan harga Rp1,6 juta /truk. “ Kenaikan harga memang cukup signifikan, namun apa boleh dikata daripada tidak bekerja otomatis kita beli,” jelas Dewa Wijaya ditemui ditempat usahanya yang ada di kelurahan Bebalang, Bangli .
Lantas disinggung apakah dengan naiknya harga pasir berpengaruh dengan harga jual batako ? Kata dia, dengan naiknya harga pasir tentu berimbas dengan harga jual batako, yakni sebelum harga pasir naik untuk satu biji batako dijual dengan harga Rp2.100/ biji “ Pengaruh naiknya harga pasir maka untuk batoko kita bandrol dengan harga Rp2.300/ biji “ sebutnya.
Sementara itu anggota DPRD Bangli , I Nengah Reken , mengatakan imbas dari sulitnya mendaptkan atau membeli pasir, mengakibatkan beberpa pengusaha batoko yang ada di desanya terancam gulung tikar , kata politisi asal Peninjoan ini walaupun dapat membeli pasir itupun dengan harga yang tinggi. “Kebanyakan warganya menggeluti usaha batako kini menjerit karena sulitnya mendapatkan pasir, “ ujar Reken.