BALI TRIBUNE - Menyikapi perkembangan ekonomi Bali khususnya di Badung yang dikatakan tumbuh 6 persen hingga 7 persen, rupanya masih jadi pertanyaan dari sejumlah kalangan salah satunya pengusaha properti, Made Sujana, yang bisa dikatakan sudah malang melintang di dunianya. “Properti merupakan barometer ekonomi. Kalau properti bergerak, pasti semua sektor akan bergerak. Dari tenaga kerja, perbankan, material dan seterusnya,” ujar Pemilik Nirmala Group ini.
Menurutnya, jika dicermati saat ini bisnis properti sepertinya lesu darah, pasalnya suntikan dana perbankan tidak begitu intens, lain seperti beberapa tahun belakangan ini. Apalagi keadaan ini diperparah tingginya non performing loan (NPL) perbankan. “Tingginya NPL juga jadi kendala di sektor properti, meski pemerintah sendiri telah melakukan berbagai relaksasi untuk memacu kinerja di sektor properti,” ungkapnya.
Parahnya lagi, enggannya perbankan mengucurkan dana ke sektor properti justru dialihkan pada sektor konsumtif jangka pendek, seperti pembelian kendaraan bermotor. “Enggannya perbankan mengucurkan dana di sektor properti, jelas mempersulit pengusaha properti dalam melakukan penetrasi. Okelah kalau untuk properti jenis perumahan, dan itupun yang sudah pasti saja. Bagaimana dengan properti sektor pariwisata ? Ini yang juga perlu digenjot,” ujarnya.
Diakuinya, selaku pengusaha di bidang properti, ia merasa sangat berat dengan kondisi dari 2016 hingga kini. Namun demikian ia sendiri masih berharap, pemerintah melalui perbankan tetap memberikan porsinya untuk sektor properti khususnya yang menyangkut pariwisata. “Terkadang enggannya bank mengucurkan dana di propertipun kurang begitu pas. Jadi jangan heran jika properti saat ini bisa dikatakan terpuruk, apalagi ekonomi juga tidak bergerak,” tandasnya.
Meskipun beberapa data menyebutkan sektor ini bergerak, tapi dari realita lapangan tidak seperti itu. Bahkan Sujana yang bergerak melalui beberapa perusahaannya berani mengatakan itu berdasarkan kenyataan yang dihadapi. “Semua mengalami penurununan. Apalagi properti bergerak dari hulu sampai hilir. Laveransir, truk, toko bangunan, dan lainnya mengalami penurunan,” imbuh Sujana. Banyak sekali proyek mangkrak akibat tersumbatnya pendanaan di sektor ini.
Bahkan, diakui anggota Kadin ataupun Gapensi pun terkena imbas, proyeknya macet. “Langkah yang bisa diambil saat ini, bagaimana bank memberikan kembali kemudahan kemudahan untuk menggerakkan sektor ini. Jika perlu perbankan tetapkan saja bunga kredit 10 persen. Tapi realitanya, justru perbankan merestrukturisasi perusahaan-perusahaan karena tidak bisa bergerak. Ini berbanding terbalik antara data dan realita,” pungkasnya.