BALI TRIBUNE - Meski wajahnya berseri di hari pertama masuk di kelas I SD, hidup Gede Adi Agastya Septiadi (6), anak sebatangkara asal Banjar Lebah, Bukian, Payangan, benar-benar membuat terenyuh. Pulang sekolah, setelah mengganti pakaian ia bergegas ke dapur lantaran tidak tahan dengan rasa lapar. Ironisnya, nasinya tidak berlauk dan hanya bertemankan ‘uyah lengis’ (garam dan minyak kelapa).
Dikunjungi oleh seorang pengusaha muda, Gede mengangguk sambil melanjutkan makan dengan lahap. Saat ditanya, Gede hanya menjawab nasinya enak meski bertemankan “uyah lengis”. “Saya ingin makan bakso,” jawabnya pendek saat ditanya makanan kesukaannya.
Senin (10/7) adalah hari pertamanya menginjakkan kaki di sekolah dasar. Gede pun mangaku sangat senang menjadi siswa kelas I. Hanya saja, pakaian sekolah dan kelengkapan lainnya, Gede belum punya. Hari itu Gede masih mengenakan pakaian TK yang sudah lusuh. Karena sering dipakai sebagai pakaian keseharian. “Ingin punya baju SD dan buku dan bakso,” katanya lagi sambil malu-malu.
Perbekel Bukian, I Made Junarta menyebutkan, Gede Adi Agastya Septiadi merupakan anak sebatangkara pascaditinggal kedua orang tuanya. Ayahnya, I Wayan Sana (40) sepeninggal istrinya, Ni Wayan Ekawati tiga tahun lalu, memilih pulang ke kampung halamannya di Kintamani. Kepergian I Wayan Sana juga mengajak anak keduanya, Ni Kadek Enny Febrianti yang baru lahir.
Sedangkan Gede Adi Agastya ditinggal bersama kakeknya, I Made Sanggup (67) di Payangan. Namun, belum sempat membesarkan Gede Adi Agastya, I Made Sanggup meninggal. Sepeninggal kakeknya, membuat Gede Adi Agastya tinggal sebatangkara. Kini, hanya diajak serta dirawat paman beserta bibinya.
Kepergian anggota keluarga yang tidak normal, sempat diduga jika orangtua kandung Gede Adi Agastya Septiadi mengidav HIV. Namun kecurigaan warga jika Gede Adi Agastya juga mengidap HIV dibantah oleh Dokter Puskesmas Payangan, Dr I Gusti Ngurah Putra. Pasalnya setelah dilakukan cek darah lewat CVT Rapid Test, Gede Adi Agastya Septiadi dinyatakan negatif dan alat menunjukkan non-reaktif.
“Bapak Bupati pernah mengunjungi Gede dan memberikan sepeda serta bantuan makanan. Namun, masalah kini pamannya yang hidup pas-pasan juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pakaian dan peralatan sekolah. Belum termasuk kebutuhan sehariannya,” terang Junarta.
Syukurnya, di hari pertama masuk sekolah seorang pengusaha muda berkunjung. Melihat kondisi hidupnya, Gede dibantu sejumlah uang untuk membeli pakaian sekolah dan makanan sehari-hari. Pengusaha yang namanya enggan disebutkan ini berharap, bantuan yang sama juga diterima Gede dari berbagai pihak.