BALI TRIBUNE - Sebagai bangsa yang masyarakatnya majemuk, Indonesia sangat rentan dengan cobaan-cobaan yang mengganggu keutuhan NKRI baik dari dalam maupun dari luar. Seperti akhir-akhir ini, begitu banyak terjadi dinamika dimasyarakat yang menggoyang nilai-nilai Pancasila dan Kebangsaan.
Untuk itu, demi menyamakan pandangan wawasan kebangsaan dan bela negara khususnya di Provinsi Bali, Pemprov Bali menggelar Simakrama bersama Pandita dan Pinandita yang digelar di ruang rapat Wiswasabha Utama Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/7) kemarin.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya pada kesempatan itu yang dibacakan oleh Wagub Ketut Sudikerta menyatakan simakrama diharapkan bisa menjadi bahan renungan tentang kehidupan agama Hindu, guna menyegarkan kembali aktivitas keagamaan dalam menghadapi tantangan-tantangan baru kedepan, serta dapat memberikan inspirasi untuk kebangkitan wawasan kebangsaan dan bela negara menuju kondisi yang terkendali, tentram, dan senantiasa dapat mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang damai.
Lebih jauh, Gubernur Pastika pun mengharapkan peranan Sulinggih, Pinandita, tokoh Hindu, Cendikiawan Hindu dan tokoh adat, yang perlu lebih digalang dalam wawasan kebangsaan yang lebih baik.
“Saya mapinunas ring para pandita dan pinandita sami, serta tokoh agama dan adat untuk senantiasa memberikan tuntunan kepada umat dan masyarakat agar mampu beradaptasi dan mengendalikan diri dengan baik sehingga apa yang menjadi makna dari kehidupan beragama dan bernegara dapat kita laksanakan dengan rasa tanggung jawab,” ujar Pastika seraya mengharapkan kehidupan beragama tak hanya dipupuk intern umat, tetapi juga antar umat beragama sehingga gejolak-gejolak sosial yang akhir-akhir ini muncul kepermukaan dapat dihindari dan dikendalikan kearah pemikiran yang jernih.
Sementara itu, salah satu narasumber yakni Pejabat Pelaksana Tugas Pokok Kementerian Pertahanan RI I Ketut Budiastawa, menyampaikan permasalahan kehidupan sosial bernegara saat ini sangat dipengaruhi oleh kehidupan beragama, seperti di Bali sedikit ketidak seimbangan disebabkan karena kurangnya melaksanakan Rsi Yadnya, sedangkan 4 yadnya lainnya dalam pengamalan Panca Yadnya selalu dilaksanakan secara jor-joran.
Untuk itu, Ia mengajak seluruh umat untuk lebih peduli terhadap pelaksanaan yadnya yang ditujukan kepada para Rsi tersebut. Lebih jauh, Ia berharap agar masyarakat bisa menjaga taksu Bali, karena menurutnya berkat taksu itulah yang menjadi daya tarik lain daripada yang lain dibanding daerah lain.
“Bali tanpa taksu sama dengan mayat, Bali paling lain di Dunia bukan hanya di Indonesia, maka harus terus dijaga Taksunya, agar terus menarik. Mari cintai diri sendiri selaku orang bali, cintai bangsa sendiri, jaga keutuhan NKRI,” ujar Budiastawa.