
balitribune.co.id | Denpasar - Serangkaian Nyepi Caka 1946 dan Kesanga Fest Tahun 2024 dimeriahkan Seheke Teruna Teruni (STT) Buana Putra, Banjar Ambengan Peguyangan Kangin, Denpasar Utara dengan menghadirkan Ogoh-Ogoh Mongayana.
Kadus Peguyangan Kangin I Made Widiana ditemui Bali Tribune disela-sela penilaian Ogoh-Ogoh, Sabtu (18/2) mengatakan, kisah Mongayana terinspirasi dari cerita Bubuksah Gagang, mengandung pesan tersirat tentang kesetian, kejujuran.
“Ketika kepentingan didasarkan pada ego, nafsu, serakah maka kegagalan yang dihadapi. Sebaliknya ketika kesetiaan, ketulusan, dan bhakti dijalankan, keberhasilan akan tercapai,” ungkap dia.
Mongayana terdiri dari kata Mong (Macan) dan Ayana (Perjalanan). Mongayana merupakan perjalanan seekor Macan menguji kesetiaan petapa saat hendak jadi mangsanya.
Cerita Mongayana diawali dengan kisah dua bersaudara Gagak Aking (kakak) dan Bubuksah (adik) yang ingin menjadi pertapa. Mewujudkan keinggian itu, mereka memilih cara dan jalan masing-masing untuk mencapai tingkat spiritual tinggi.
Gagak Aking membatasi makan dan minum serta kesenangan lainnya akibatnya tubuhnya kurus kering hingga dia dijuluki Gagak Aking (Tangkai Kering). Sebaliknya Bubuk Asah (Usus Serakah) makan dan minum serta kesenangan lainnya.
Hingga suatu ketika keduanya terlibat perdebatan. Mengatasi konflik ini, Sang Batara Guru mengirim seekor Macan kelaparan menguji keteguhan hati Mereka. Mulanya Macan menghampiri Gagak Aking, Namun Gagak Aking menolak dimangsa, karena tubuhnya kurus kering.
Selanjutnya giliran Bubuksah. Pada Macam, Bubuksah menyanggupi dimangsa. Macan pun menyatakan Bubuksah lulus ujian dan mempersilakan Bubuksah naik kepunggungnya. Namun, sebelum berangkat Bubuksah memohon ke Macan agar kakaknya juga diikut sertakan karena menurut dia, saudaranya telah melakukan tapa dengan tulus.