BI: Menggali Potensi Ekonomi Bali Yang Lebih Sustain dan Inklusif | Bali Tribune
Bali Tribune, Minggu 01 Desember 2024
Diposting : 29 April 2019 05:11
Arief Wibisono - Bali Tribune
Bali Tribune/arw. Kepala KPw BI Bali, Causa Iman Karana (tengah) Deputi Direktur, Sapto Widyatmiko (kanan), Kepala Tim Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPw BI Bali, Leo Ediwijaya (kiri), di sela-sela Lokakarya Kebangsentralan dan Kehumasan BI Wilayah Provinsi Bali.

Balitribune.co.id | Yogyakarta - Sejumlah tantangan dihadapi perekonomian Bali ke depan. Antara lain tingginya ketergantungan pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisatawan mancanegara (wisman) serta tingginya alih fungsi lahan.

Saat ini, hampir semua wilayah di Pulau Bali melakukan pembangunan yang berorientasi pada sektor wisata. Orientasi masyarakat Bali telah berubah dari semula agraris dengan mata pencaharian sebagai petani menjadi pelaku penyedia tempat wisata.

“KPwBI Provinsi Bali berupaya meningkatkan produksi dan kapasitas UMKM yang berpotensi ekspor atau menunjang sektor pariwisata. Salah satunya pengembangan gula semut di Jembrana dan Desa Wisata di Tampaksiring,” ujar Kepala KPwBI Bali.

Hal itu dikatakan Kepala KPwBI Bali, Causa Iman Karana (CIK), pada Jumat (26/04/2019) di sela acara Lokakarya Kebangsentralan dan Kehumasan Bank Indonesia Wilayah Provinsi Bali yang berlangsung selama tiga hari 26-28 April 2019, di Yogyakarta.

Gula semut adalah gula merah versi bubuk dan sering pula disebut orang sebagai gula kristal. Dinamakan gula semut karena bentuk gula ini mirip rumah semut yang bersarang di tanah. Bahan dasarnya adalah nira dari pohon Kelapa atau pohon aren.

Keistimewaan gula semut adalah memiliki rasa dan aroma yang khas berasal dari bahan pembuatnya, yaitu nira. Dibandingkan dengan gula cetak, pengolahan nira menjadi gula semut akan lebih menguntungkan karena harga jual lebih tinggi.

“Gula semut berbentuk serbuk sehingga lebih luwes pemakaiannya dibandingkan gula cetak dan lebih mudah penyimpannya serta memiliki umur simpan lebih lama,” kata CIK, optimis. Produksi gula semut dalam negeri diminati pasar internasional.

Meski pengolahannya saat ini masih dilakukan secara konvensional dan sederhana, hasil produksi gula semut dalam negeri telah berhasil menembus pasar ekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Srilanka, Australia dan Jepang.

Oleh karena itu, KPwBI Provinsi Bali mulai mengidentifikasi pengembangan gula semut di Desa Pendem, Jembrana. Kelompok Mawar Bali, terdiri dari petani gula kelapa sejumlah 20 orang yang berada di sekitar Bukit Mawar, Desa Pendem, Jembrana.

Mereka akan dibina oleh KPwBI Provinsi Bali untuk menghasilkan produk gula semut berkualitas ekspor. Untuk itu, para petani gula kelapa ini diajak mengikuti studi banding ke Yogyakarta. Tujuannya agar produksi meningkat dan mencari peluang ekspor.

“Selain gula semut, KPwBI Provinsi Bali juga akan mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring. Pemilihan Desa Tampaksiring mengingat lokasinya tidak jauh dengan Klaster Padi Pulagan yang merupakan binaan KPwBI Provinsi Bali,” imbuh CIK.

Desa Tampaksiring juga memiliki objek wisata Pura Tirta Empul dan Istana Presiden. Tampaksiring mempunyai potensi seni, adat dan budaya yang masih kental. Ditunjang dengan potensi sumber daya alam dan potensi kerajinan berkualitas ekspor.

Pengembangan Desa Wisata Tampaksiring akan dibuat terintegrasi dengan agrowisata Pulagan. Seperti diketahui, hingga kini Bali merupakan daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan menjadi salah satu destinasi dari berbagai belahan dunia.

Pariwisata adalah lokomotif perekonomian Bali berkat keindahan alam, seni budaya serta keramahtamahan penduduknya. Provinsi Bali sebagai tempat tujuan wisata menyumbang 40 persen devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata.

Ekonomi Bali di tahun 2018 mengalami akselerasi kinerja dengan tumbuh sebesar 6,35 persen (yoy), lebih tinggi dibanding tahun 2017 sebesar 5,57 persen (yoy). Kinerja ekonomi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan tetap tumbuh kuat.

Jika dipersentasekan, pertumbuhan kinerja ekonomi Bali ada di kisaran 6,10 persen-6,50 persen (yoy). Angka itu, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I 2018) yang tercatat mencapai sebesar 5,75 persen (yoy).

Dinamika selama lima tahun terakhir (2014-2018) menunjukkan, inflasi Bali relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional. Rata-rata inflasi Bali lima tahun terakhir 4,17 persen (yoy),di bawah rata-rata realisasi inflasi nasional periode yang sama.

Catatan BI, tingkat inflasi nasional pada lima tahun terakhir rata-rata ada di kisaran 4,29 persen (yoy). Inflasi Bali pada Maret 2019 tercatat 1,85 persen (yoy), dan hingga akhir tahun 2019 diperkirakan terjaga sesuai target yaitu di kisaran 3,5 + 1 persen. (*)