BALI TRIBUNE - Kapolsek Kuta Kompol I Wayan Sumara dan penyidiknya akan dilaporkan ke Propam Polda Bali oleh Ony Salehoeddien, (38) lantaran dinilai tidak profesional dalam menangani kasus perampasan sertifikat tanah, yang sudah enam bulan lamanya tidak menunjukkan perkembangan berarti.
“Melalui pengacara saya, rencananya hari Jumat nanti (12/5) akan melaporkan ke Propam Polda Bali,” ujar Ony Salehoeddien, kepada wartawan di Denpasar, Senin (8/5).
Ia kemudian menceritakan, pada Rabu (28/9) tahun lalu ia melaporkan kasus perampasan sertifikat tanah dan kwitansi pelunasan sebagai takeover kredit ke Mapolsek Kuta dengan nomor laporan STPL/490/IX/2016/Bali/Resta Denpasar/Sektor Kuta. Adapun sebagai terlapor adalah I Nengah A. Menurut Ony, dengan adanya perampasan sertifikat dan kwitansi pelunasan di BPR Sri Partha Kuta tersebut, dirinya menderita kerugian senilai Rp449.615.000.
“Sertifikat tanah yang sebelumnya dijanjikan oleh I Nengah A sebagai terlapor ini memang milik dia (terlapor-red). Namun karena takeover kredit, saya melakukan pembayaran dan akan melunasi uang pinjaman si terlapor dalam jangka waktu satu tahun, dan itu ada kesepakatannya. Tapi buktinya, ketika saya selesai membayar untuk mengeluarkan sertifikat itu, si terlapor justru merampas kembali sertifikat dan bukti pembayaran yang baru saya lakukan,” jelas Ony.
Tak terima sertifikat tanah tersebut berpindah tangan, korban akhirnya mencoba merebut. Namun, terjadi keributan di dalam BPR, bahkan terlapor sempat akan melarikan diri. Beruntung ada salah seorang petugas Babinkamtib yang melintas, lantas diamankan di Polsek untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Di Mapolsek Kuta inilah, kasus tersebut ditangani sejak 29 September 2016 hingga kini tak kunjung usai alias terkatung-katung. Anehnya, setelah pihak korban dimintai keterangan dan juga sejumlah saksi diperiksa, laporan kasus tersebut justru ‘dingin’ dan tanpa perubahan selama 6 bulan terakhir.
“Yang lebih parah, setiap menanyai perkembangan kasus ini ke Mapolsek Kuta, penyidik dan Panitnya justru cuci tangan. Mereka saling lempar tanggung jawab, dan saya dan pengacara seperti dipingpong. Akhirnya tidak ada kejelasan, sementara sertifikat tanah tidak ada, uangpun hilang. Pun sebaliknya terlapor tidak diketahui statusnya,” tuturnya bertanya.
Diceritakannya, Ihwal terjadinya pembayaran sertifikat di BPR tersebut berawal ketika terlapor I Nengah A menawari korban membayar sertifikat tanah seluar 5 are yang ada di Jimbaran senilai Rp1,2 miliar. Kesepakatan pembayaran itupun dilakukan oleh terlapor dan pelapor dan disaksikan notaris. Dalam kesepakaran tersebut, pihak terlapor menyetujui dilakukan pembayaran oleh Ony Salehoeddien selaku pelapor terhadap utang I Nengah A di BPR Sri Partha, Kuta. Sebagai jaminannya, ketika sertifikat keluar, akan diberikan kembali kepada notaris. “Si terlapor (I Nengah A) ada utang di BPR dan sertifikat tanah jadi jaminannya. Suatu ketika dia menawari saya untuk mengambil sertifikat tanah sebagai jaminan pinjaman itu. Tapi, saya tidak mampu untuk membayar sekaligus, maka, dibuatlah kesepakatan jika pembayaran akan dilakukan dalam satu tahun,” bebernya.
Kapolsek Kuta Kompol I Wayan Sumara saat dikonfirmasi terpisah mengaku kasus yang dilaporkan Ony Salehoeddien masih dalam penyelidikan kepolisian. Bahkan ia mengatakan, pihaknya dari jajaran Penyidik memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) yang tidak bisa diganggu-gugat oleh pihak manapun.
Terkait rencana akan dilaporkannya ke Propam, perwira melati satu di pundak ini engan menjawab lebih jauh.