Kepala Sekolah Bisa Dipecat | Bali Tribune
Diposting : 11 July 2016 10:40
I Wayan Sudarsana - Bali Tribune
MPLS
MPLS - Berdasarkan Permendikbud 18/2016, secara tegas sekolah dilarang mewajibkan siswa baru untuk memakai atribut yang aneh, dalam orientasi yang kini disebut Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah / MPLS. (ilustrasi)

Denpasar, Bali Tribune

Ribuan siswa baru SMA di Bali akan menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dulunya dikenal dengan sebutan masa orientasi siswa (MOS), mulai Senin (11/7) hari ini. Pihak sekolah dilarang melakukan aksi perploncoan pada siswa baru dalam MPLS ini.

Jika aksi perploncoan masih dilakukan, maka kepala sekolah akan dikenai sanksi. Tak main-main, sanksi yng diberikan hingga pemecatan terhadap sang kepala sekolah tersebut. Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar, Wayan Supartha, menjelaskan, sesuai Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016, diatur secara rinci bagaimana seharusnya kegiatan MPLS dilaksanakan oleh sekolah kepada peserta didik baru. Permendikbud ini menghapuskan tradisi perploncoan oleh kakak kelas kepada siswa baru.

Jika dalam penerapannya nanti masih ada kegiatan MPLS yang menyimpang dari Permendikbud, sanskinya cukup berat. Kepala Sekolah bisa dipecat dan guru tidak diberikan jam ngajar. “MPLS sekarang yang jadi panitia adalah guru-guru, serta Kepala Sekolah sebagai penanggungjawab. Jika dalam pelaksanaannya nanti ada yang melenceng dari Permendikbud, sanski-nya sudah diatur secara jelas. Kepala Sekolah bisa dipecat, dan jika guru kedapatan melanggar akan dibebas tugaskan untuk mengajar alias tak dapat jam ngajar,” jelasnya.

Supartha juga menjelaskan, MPLS ini didominasi kegiatan ceramah dan pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan baris-berbasis, berpanas-panasan di lapangan dengan atribut nyeleneh, ditiadakan. “Kegiatan lapangan hanya untuk persiapan upacara bendera. Tidak akan ada lagi pelatihan baris berbaris yang berlebihan,” ujar Supartha. Dikatakan, seperti namanya, pengenalan lingkungan sekolah, hal-hal yang dikenalkan kepada siswa baru antara lain fisik sekolah, guru dan pegawai, perpustakaan, laboratorium, pengenalan sistem belajar, ekstra kurikuler, serta budaya setiap sekolah.

“Setiap sekolah di Denpasar punya kultur tersendiri, itu yang harus dipahami peserta didik. Seperti disiplin jam masuk dan keluar sekolah, maupun hal-hal lain,” terangnya. Lebih lanjut, Supartha menjelaskan MPLS tahun ini berlangsung selama 4 hari, pada hari terakhir dimanfaatkan untuk menggelar bakti sosial di sekitar sekolah. “Ada kegiatan penghijauan yang kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup, kegiatan beraih-beraih kerjasama dengan DKP, serta kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk kerjasama dengan Diskes,” jelasnya.

Sedangkan selama tiga hari, digelar kegiatan intern yang isinya ceramah tentang pembangunan karakter, tertib lalu lintas,bahaya narkoba dan pergaulan bebas dan materi terkait lainnya. “Ceramah ini diisi oleh sekolah dengan mengundang narasumber terkait, untuk narkoba misalnya dengan BNN,” sebutnya. Untuk diketahui, Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 menggantikan kebijakan terkait MOS yang selama ini rentan terjadi tindak kekerasan. Permendikbud ini mengatur sanksi yang mengikat bagi ekosistem pendidikan yang ada di Satuan Pendidikan.

Dengan adanya Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah, maka mulai pada tahun pelajaran 2016/2017 masa Orientasi Siswa Baru berubah namanya menjadi masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Berdasarkan Lampiran III Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 secara tegas sekolah dilarang mewajibkan siswa baru untuk memakai atribut yang aneh-aneh seperti : Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya; Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris, dan sejenisnya; Aksesoris di kepala yang tidak wajar ; Alas kaki yang tidak wajar; Papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat; Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Selanjutnya juga disebutkan aktivitas yang dilarang selama kegiatan MOS antara lain: memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu; menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat seperti menghitung nasi, gula, maupun semut; Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru; Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti menyiramkan air serta hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan; Memberikan tugas yang tidak masuk akal seperti berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta membawa barang yang sudah tidak diproduksi kembali; Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Selain itu, pemerintah melalui Permendikbud telah mengatur terkait dengan sitem pendidikan di Indonesia. Seperti halnya Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah. Aturan tersebut untuk mendorong agar sekolah dan juga pemerintah daerah melakukan upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan. Lingkungannya dimulai dari tindak kekerasan terhadap siswa, tindak kekerasan yang terjadi di sekolah, terjadi dalam kegiatan sekolah yang digelar di luar wilayah sekolah hingga tawuran antar pelajar. Satu lagi, diatur dalam Permendikbud No 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Dalam hal ini, sekolah diharapkan mengatur kegiatan-kegiatan baik ekstrakurikuler maupun non ekstrakurikuler. Diharapkan semua pihak ikut mendukung karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun merupakan tanggung jawab semua pihak. Serta Permendikbud No 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah.