Diposting : 9 April 2018 14:58
Redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Alih-alih meningkatkan disiplin, sebulan penerapan sistem absensi pada aparatur sipil negara (ASN) dengan sensor wajah yang diterapkan Pemkab Gianyar justru menjadi penghambat pelayanan publik. Terlebih mesin yang disediakan jumlahnya sangat terbatas yang membuat sejumlah ASN harus antre dan ada pula yang tekor.
Sejumlah ASN di beberapa instansi sangat berkeluh. Seperti petugas dari Dinas Catatan Sipil yang ditugaskan di kecamatan, petugas pemadam kebakraan yang ditempat di beberapa pos, serta pegawai di instansi lainnya. Dengan terbatasnya mesin absen yang ditempatkan di kantor masing-masing, mereka harus antre hingga setengah jam lebih. Ironisnya lagi, ASN yang ditugaskan di kecamatan atau posko, terlebih duhulu harus ke kantor induknya untuk mengabsen. “Selain waktu, dalam sebulan ini saya juga tekor di biaya transportasi. Karena harus ke kantor dinas dulu untuk mengabsen lanjut ke tempat tugas di kantor camat yang jaraknya lumayan jauh,” keluh salah seorang pegawai Disdukcapil yang ditugaskan untuk pelayanan di kantor camat.
Atas kondisi ini, diakuinya pelayanan sedikit terhambat, karena jarak tempuh antar kantor Disdukcapil dengan kantor camat membutuhkan waktu. Khususnya, mereka yang ditugaskan di Kantor Camat Payangan, Tampaksirung, Ubud, dan Sukawati. “Absensi wajah ini hanya menguntungkan rekan-rekan saya yang domisilinya di sekitar Kota Gianyar dan bertugas di Kantor Dinas. Sementara saya yang dari Payangan yang ditugaskan di Kantor Camat Ubud, harus ngabsen ke Kantor Dinas dulu di Kota Gianyar. Demikian juga saat pulangnya. Saya jadi tekor di transport,” keluhnya.
Kondisi yang tak kalah memprihatinkan juga dialami petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) yang dituntut selalu siaga di posnya masing-masing. Seorang tenaga harian lepas (THL) asal Tampasiring mengaku, jika sebelumnya bersyukur ditempatkan di Pos Damkar Ubud. Namun, setelah absen wajah diberlakukan, dirinya harus ke Posko induk hanya untuk ngabsen. “Kalau pengeluaran, ya pasti lebih banyak untuk ngabsen saja. Kadang kami ke pos dulu, lanjut barengan ke posko induk dengan menggunakan mobil kantor,” terangnya.
Tidak hanya kesejahteraan petugas yang terpotong transpot, terbatasnya mesin absensi wajah ini juga mengakibatkan adanya waktu rawan akibat kekosongan petugas di saat jam pergantian. Dulunya saat pergantian tugas adalah jam-jam yang paling membahagiakan. Dimana sang petugas sebelumnya alias pengaplus bisa melepas semua beban. Namun kini, mereka harus ke kantor induk lagi untuk mengabsen sesuai waktu tanpa memperdulikan lagi kondisi posko yang tanpa petugas. Sementara yang akan menggantikan juga ke kantor induk untuk mengabsen awal. “Karena jaraknnya lumayan, maka ada jeda waktu sekaitar 30 menit sampai satu jam yang sangat berisiko karena posko pasti dalam keadaan sepi. Padahal jika ada kejadian, waktu menjadi penentu pelayanan kami,” keluhnya.
Sekda Gianyar Made Gede Wisnu Wijaya dikonfirmasi, Minggu (8/4), mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi jajarannya di awal uji coba penerapan absensi wajah ini. Namun, dampak positifnya juga sangat dirasakan, terutama dalam hal kedisiplinan pegawai. Dirinya pun menyayangkan atas penyediaan mesin absensi yang jumlahnya terbatas di sejumlah instasi. “Pengadaan mesin Absensi ini nilainya tidak seberapa, seharusnya saat pengajuannya masing-masing OPD menyesuikan dengan jumlah pegawainya dan situasinya juga,” ungkapnya.
Disebutkan, untuk satu mesin absensi, idealnya dipergunakan untuk 40 pegawai. Sehingga antrean absensi yang berdampak pada pelayan publik dapat dihindari. Demikian pula untuk OPD yang memiliki pos-pos pelayan di masing-masing kecamatan, seyogyanya sudah memperhitungkannya lebih awal. “Saya sudah perintahkan ke masing-masing OPD untuk menyesuaikan jumlah pegawai dan situasi lainnya. Setidaknya di anggaran perubahan tahun ini sudah terealisasi. Saya tidak ingin absensi wajah dijadikan alasan atau kendala dalam pelayanan pemerintah,” tegasnya.