Amlapura, Bali Tribune
Ni Kadek Sri Astiti, bayi berusia sembilan bulan putri kedua dari pasangan Ni Wayan Sariasih (21) dan Wayan Suparta (31) nyaris mengalami kebutaan permanen. Bola mata dari bayi yang tinggal di Desa Batumadeg, Kecamatan Abang, Karangasem ini hampir seluruhnya tertutup selaput putih seperti layaknya penderita katarak.
Bayi malang ini juga mengalami kelainan pada tubuhnya yang mengakibatkan perkembangan tangan dan kakinya tidak normal. Meski tidak bisa melihat dengan normal dan hanya bisa menggerakkan tubuhnya dengan ngesot, namun bayi malang ini masih bisa tertawa saat bermain dengan kakak perempuannya.
Meski untuk memegang mainan dengan tangannya yang tidak normal itu, bayi ini harus bersusah payah hingga benda yang diinginkannya bisa dipegangnya dengan bantuan kakak atau ibunya. Ini hanya sebagian kecil dari derita yang dialami Kadek Sri Astiti, karena sejak lahir, bayi malang ini nyaris tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup.
Betapa tidak, jangankan untuk membeli susu yang harganya terus melambung, untuk makan sehari saja kedua orang tua bayi malang ini hanya bisa menikmati gaplek yang diambil dari sisa ubi di ladang yang rusak parah diserang hama gayas. Saat koran ini bertandang ke gubung yang didiami keluarganya, bayi malang tersebut nampak digeletakkan begitu saja di kasur kumal.
Dengan ukuran yang hanya berukuran 2x2 meter, bilik bambu dengan kasur dan bantal kumal itu terlihat sangat tidak baik untuk kesehatan sang bayi. Maklum sejak menikah, pasutri ini hanya bisa membangun gubuk berukuran 4x4 berdinding gedeg dan sebagian ditutupi dengan klangsah atau anyaman daun kelapa.
Itupun harus dibagi menjadi dua bilik, satunya didiami oleh ayah dan ibu pasutri ini. Sebagai seorang ibu, Wayan Sariasih hanya bisa pasrah dan menangis pedih melihat penderitaan yang dialami anak bungsunya itu. Rasa tak tega di tengah kemiskinan yang mendera, bercampur aduk hingga membuat Wayan Sariasih lebih banyak diam dan kadang menitikan air mata.
“Saya tidak tau lagi harus berbuat apa pak. Saya tak tega tapi apa yang bisa saya lakukan untuk mengobati anak saya ini. Suami saya hanya buruh nangkap babi, sehari-hari kami hanya bisa makan gaplek,” ungkap Sariasih dengan nada pelan. Sejurus kemudian, Sariasih lantas menuturkan awal derita yang dialami sang buah hati.
Semasa hamil, Sariasih mengaku sama sekali tidak pernah mengalami hal aneh. Hingga kehamilannya memasuki usia sembilan bulan, saat itu dengan diantar suaminya, Sariasih memeriksakan kandungannya ke RSUD Karangasem. “Di sanalah saya langsung kaget, ketika dokter mengatakan kalau bayi dalam kandungan saya ada kelainan,” sebutnya.
Ketika bayinya lahir, apa yang dikatakan dokter benar terjadi. “Saya melihat sudah terjadi kelainan. Mata anak saya putih, sementara tangan dan kakinya juga tidak normal,” kata Suparta. Dokter juga saat itu mengatakan jika anaknya mengalami kelainan bawaan. Dokter sama sekali tidak memberikan saran apa-apa kepada mereka terkait ke mana mereka harus membawa bayi mereka berobat.
“Dokter hanya bilang kalau mata anak saya ini harus dicangkok,” kata Suparta. Meski dia dan istrinya merasa terpukul melihat kondisi anaknya yang seperti itu, namun keduanya tidak berdaya apa-apa lantaran tidak memiliki uang yang cukup untuk membawa si buah hati kedokter spesialist atau rumah sakit di Denpasar.
Mereka pun hanya bisa merawat sang bayi dengan makanan seadanya, yakni gaplek dicampur beras terus ditanak, pun untuk lauknya juga kadang ada dan kadang tidak. Selain itu tinggal digubuk kumuh yang berdinding gedeg yang ataonya kadang bocor juga sangat tidak bagus buat sang buah hati. Namun lagi-lagi hanya itu yang mereka bisa bangun untuk sekedar tempat bernaung.
“Saya ingin sekali membawa anak saya berobat ke mana saja asalkan bisa sembuh. Tapi saya tidak memiliki biaya pak,” ungkap Sariasih. Dia berharap, ada orang yang mau membantu pengobatan anaknya. Dia menambahkan, sebenarnya kalau diperhatikan, dengan kondisi bola mata yang demikian, anaknya masih bisa melihat.
Buktinya, ketika diberikan sesuatu, anaknya itu masih merespon dengan berusaha mengambil dan memegang barang atau benda yang diberikan dengan tangannya. Pun demikian seperti anak pada umumnya, anaknya itu masih bisa bermain dan bercanda dengan kakaknya, meski untuk bergerak bayinya itu harus ngesot lantaran tangan dan kakinya tidak normal.