balitribune.co.id | Denpasar - Syahlan Habibi (35), hanya bisa pasrah usai divonis majelis hakim 12 tahun penjara. Lidahnya mendadak keluh dan hanya bisa menggelengkan kepala saat mendengar vonis tersebut.
Padahal, pada sidang perdana sebelumnya terdakwa sempat menyangkal baik dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun keterangan saksi dari kepolisian terkait kepemilikan 100 gram Narkotika jenis sabu. Terdakwa asal Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur ini mengaku dijebak saat ditangkap.
Apa daya, terdakwa pada akhirnya pasrah setelah Jaksa I Dewa Gede Anom Rai berhasil menyakinkan majelis hakim diketuai Kony Hartanto bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Syahlan Habibi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum memliki Narkotika golongan I yang beratnya melebihi 5 gram sebagaimana dakwaan subsider Penuntut Umum," kata Hakim Kony dalam sidang virtual belum lama ini.
Selain divonis penjara, terdakwa juga dibebani dengan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana 3 bulan penjara.
Vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Anom yakni 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan penjara. Meski demikian, Jaksa Anom tetap senada dengan terdakwa yang didampingi penasihat hukum dari PBH Peradi Denpasar dengan menyatakan menerima putusan hakim tersebut.
Berdasarkan surat dakwaan JPU, terdakwa ditangkap oleh petugas kepolisian, di rumahnya, Jalan Pesona Dalung, Kerobokan Kaja, Kuta Utara, Badung, Jumat, 31 Juli 2020 sekitar pukul 19.30 Wita. Rumah tersebut baru disewa terdakwa sejak 28 Juli 2020. Sejak saat itu terdakwa sering datang ke rumah tersebut untuk bersih-bersih.
"Ketika terdakwa ada di rumah yang di sewanya ditangkap oleh petugas dan dilakukan penggeledahan. Ditemukan di pintu kamar mandi barang berupa 2 tas warna hitam berlapis berisi 1 plastik klip berisi sabu dengan berat 100,10 gram atau 100 gram netto, 1 bundel plastik klip bening, 3 lembar stiker dengan logo gambar kupu-kupu dan huruf G, serta dua potongan pipet," urai Jaksa Anom Rai kala itu.
Sejak terdakwa menyewa rumah itu tidak ada orang lain yang masuk selain terdakwa sendiri. Selain itu, sebelum terdakwa menempati rumah yang disewanya itu terdakwa tinggal di rumah Ni Luh Suarsini. Saat dilakukan penggeledahan di rumah Suarsini ditemukan barang bukti berupa ATM BCA atas nama terdakwa, 2 buah isolasi, dan satu potongan pipa kaca yang semuanya milik terdakwa.
Lebih lanjut, kata Jaksa Anom, terdakwa sudah melakoni profesi sebagai pengedar sabu sejak bulan Mei 2020. Dia menjadi perpanjangan tangan seorang bandar bernama Addik yang saat ini masih mendekam di Lapas Kerobokan. Sejak Saat itu terdakwa sudah empat kali mengambil paket narkotik kemudian ditepel lagi sesuai pesanan Addik, dan baru menerima upah sebanyak 3 kali dengan rincian masing-masing pertama Rp1 juta, kedua Rp 500 ribu dan ketiga Rp 500 ribu.