Pengungsi Gunung Agung di Bangli, Mengisi Waktu Senggang dengan Menenun | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 18 December 2017 20:39
Agung Samudra - Bali Tribune
tenun
TENUN – Mengisi kesehariannya di tempat pengungsian, sejumlah ibu-ibu pengungsi Gunung Agung di Bangli menenun.

BALI TRIBUNE - Untuk mengisi waktu di tempat pengungsian, ibu-ibu pengungsi asal Karangasem yang menempati Balai Banjar Nyanggelan Kaja, Desa Bangbang ,Tembu, Bangli mengisi dengan aktivitas menenun kain. Hasil tangan-tangan terampil itu berupa kain dan tepian saput. Biasanya hasil karya mereka dijual ke pengepul yang ada di wilayah Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Karangsem.

Salah seorang pengungsi, Ni Komang Sudiari asal Banjar Manik, Desa Muncan Ligundi, Kecamatan Selat, Karangasem, mengatakan, untuk di lokasi pengungsian setidaknya ada empat orang yang menenun yakni Ni Komang Budiani, Ni Kadek Sulasih, Jero Suci.

Kata Sudiari, kegiatan menenun biasanya dimulai pukul 07.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita. ”Kadang kami juga bekerja sampai larut malam tergantung kondisi,” ujarnya ditemui Minggu (17/12).

Soal proses pengerjaan tenun berupa tepian saput, kata dia, untuk membuat tepian saput menyita waktu 2-3 hari tergantung motif dan ukuran. Untuk tepian saput ukuran 50cm x 1,5 meter paling cepat 2 hari .Sedangkan untuk harga bervariasi,tergantung bahan yang jenis benang yang digunakan,berkisar Rp200-300 ribu/potong.

”Kalau sudah terkumpul 4-5 potong kain tenun baru kita bawa ke pengepul dan sekaligus membeli benang untuk menenun,” ujarnya diamaini rekanya  Jro Suci.

Lanjutnya, benang yang biasa digunakan seperti benang sutra, satu gulung kirasan Rp 500 ribu, dan bisa menghasilkan 14 potong tenun ukuran 1,5 meter x setengan meter. Sudiari mengaku bila tidak memiliki modal sendiri, maka Ia hanya sebagai buruh tenun untuk orang lain. "Upah sebagai buruh Rp 100 per potong," tuturnya.

Menenun sudah menjadi pekerjaan Sudiari dan warga yang lain di kampungnya. Beberapa warga, di pengungsian malah ingin belajar menenun agar ada pekerjaan dan penghasilan di pengungsian.

Untuk itu, warga yang ingin belajar harus membeli alat tenun, meliputi alat cagcag dan kelengkapan seperti belida, bungbungan dan kulkul. "Harga cagcag kisaran Rp 400 ribu,” ujarnya.

Paparnya  mengungsi di Balai Banjar Nyanglan baru  lima hari, sebelumnya sempat mengungsi di wilayah Sidemen. Pada saat status Gunung Agung menurun, ia dan keluarga memutuskan pulang. "Kami disuruh mengungsi lagi, niat di posko sebelumnya, tapi sudah penuh, maka saya mengungsi di sini,“ ujarnya dan menambahkan untuk logistik didapat dari bantuan sebuah yayasan.