Diposting : 3 May 2020 23:24
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
Balitribune.co.id | Negara - Konfirmasi positif pada pasien Covid-19, akurasi pemeriksaan dipastikan hanya ada pada RT PCR Swab. Sedangkan rapid test hanya sebagai screening awal. Bahkan ada kemungkinannya seseorang yang hasil rapid test positif belum tentu terpapar virus Covid-19. Bisa saja virus selain corona bisa terbaca reaktif saat rapid test.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Jembrana, dr. I Gusti Agung Putu Arisantha, MPH mengatakan rapid test hanya sebagai test screening atau penjaringan. Menurutnya, sangat memungkinkan hasil rapid test pertama dengan hasil test kedua berbeda. Seperti hasil rapid test salah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jembrana yang sempat di karantina terpusat di Negara Hotel. Setelah rapid test di Bandara Ngurah Rai saat baru tiba di Bali dinyatakan non reaktif, PMI ini di karantina di Jembrana.
Namun berselang 10 hari yakni pada saat rapid test kedua Sabtu (4/3), hasilnya dinyatakan reaktif. “Yang pasti, jika test pertama negative, artinya belum tentu test kedua negative terus, bisa jadi positif” ujarnya. Menurutnya rapid test kedua dilakukan setelah 10 hari karena terbentuknya anti body mulai hari ke tujuh, “sehingga test rapid itu SOPnya dua kali. Dengan jarak 10 hari diyakini anti body sudah terbentuk. Kalau yang kedua negatif jelas tidak ada anti body yang terdeteksi berarti tidak ada antigen atau virus di tubuh,” ungkapnya.
Kendati diakuinya rapid test ada manfaatnya namun terkait akurasi untuk megkonfirmasi positif covid-19 hanya pada test PCR Swab. “Pemeriksaan lab satu-satunya yang mempunyai akurasi terkait covid-19 adalah RT PCR menggunakan sampel usapan oroparing atau nasoparing. Bisa juga dahak, bukan pada rapid test,” jelasnya. Swab terhadap pasien covid-19 pun dikatakannya standarnya dua kali hasil negative. “Rapid test positif atau swab pertama positif, akan di test swab lagi, kalau negative dua kali swab baru dibisa dibilang sembuh” jelasnya.
Pada kasus rapid test reaktif salah seorang PMI yang kini telah menjalani isolasi di ruang isolasi RSU Negara, menurutnya saat rapid test pertama ada kemungkinan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) tersebut baru saja terpapar sehingga belum muncul anti bodynya. “Tujuh hari ke atas baru terbentuk anti body apabila terpapar. Cuma terpaparnya oleh virus apa, itu screening aja dulu. Karena belum tentu kalau positif dia terpapar virus corona, bisa virus jenis yang lain. Yang akurat itu swab dan pemeriksaan laboratorium PCR,” paparnya.
Bahkan teranyar ada PDP yang dirujuk Sabtu (2/5) dari salah satu rumah sakit swasta di Jembrana ke RSU Negara lantaran hasil rapid testnya positif. Namun pasien yang diketahui bekerja sebagai guru di salah satu SD negeri di Kecamatan Negara ini juga berdasarkan diagnose medis yang menanganinya diketahui terpapar demam bedarah, “pasien dirapid test di rumah sakit pertama dan hasilnya positif sehingga di rujuk ke RSU Negara. Tapia da demam berdarah. Virus selain corona juga bisa reaktif sehingga harus swab,” tandasnya.