BALI TRIBUNE - Selain terancam hukuman penjara akibat menghamili Ni Luh Rian D (14) yang juga cucunya sendiri, pelaku I Made Nadiana alias Jro Dindin terancam sanksi adat. Bahkan, sanksi adat juga akan dijatuhkan kepada korban—dimana ancaman terberat kepada pelaku dan korban adalah dikeluarkan dari Desa Pakraman Undisan Kelod.
Bendesa Pakraman Undisan Kelod, Wayan Budiartha saat dikonfirmasi, Senin ( 8/5) mengatakan, untuk sanksi bagi keduanya masih menunggu paruman desa adat. Ia menambahkan, perbuatan warganya I Made Nandia yang tega menggauli cucunya sendiri hingga hamil, bertentangan dengan kaidah agama dan norma kesucian. “Perbuatan pelaku membuat leteh (kotor) desa,” kata Wayan Budiartha didampingi Kepala Dusun Bukit Sari I Made Suardiana.
Sesuai awig-awig, lanjut dia, keduanya bakal dijatuhi sanksi baik secara skala dan niskala. Untuk sanksi niskala, kata Budiartha, keluarga pelaku diwajibkan menggelar upacara ngresigana agung di perempatan agung di Desa Undisan kelod dan di pura desa. Sementara untuk sanksi skala, baik pelaku maupun korban tidak diperkenankan lagi tinggal di wilayah Desa Adat Undisan Kelod.
Wayan Budiartha mengatakan, kasus ini hampir mirip dengan yang terjadi tahun 1990 silam, dimana seorang ayah tega menggauli anak tirinya hingga hamil. Karena perbuatanya keduanya dikenakan sanksi adat yakni dilarang tinggal dan menginjak tanah Desa Adat Undisan Kelod.
Lebih jauh dia mengatakan, isu kehamilan korban sudah menyebar sejak beberapa pekan lalu. Karena santernya isu itu, maka prajuru atas nama keluarga sempat mendatangi rumah pelaku.
Disinggung status pelaku yang mengaku sebagai seorang Jro Mangku, Sambil tertawa Budiartha mengatakan, kesehariannya pelaku adalah seorang petani. Namun sejak sebulan lalu menasbihkan diri sebagai seorang pemangku.
“Pelaku sempat melapor kalau statusnya kini adalah seorang pemangku. Jika mengaku menjadi seorang pemangku atau menjadi dukun, yang patut dipertanyakan adalah di pura mana pelaku ngayah menjadi pemangku. Begitu pula kalau menjadi seorang dukun, selama ini tidak ada orang yang datang berobat ke rumah pelaku,” ujarnya.
Menurutnya, kalau seseorang menjadi pemangku harus melewati upacara pewintenan dengan disaksikan prajuru adat. “Kalau pelaku mengaku menjadi seorang pemangku, tentu saat dilangsungkan upacara pewintenan prajuru diundang sebagai upasaksi, tapi nyatanya prajuru tidak pernah diundang,” kata Budhiarta.