Denpasar, Bali Tribune
Pemerintah Kota Denpasar melakukan perlawanan menyusul dibatalkannya empat Peraturan Walikota Denpasar yang mengatur tentang zonasi Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar Barat, Denpasar Utara, dan Kecamatan Denpasar Timur.
Meski Pemprov sebelumnya menyatakan bahwa pembatalan Perwali itu berdasarkan surat Mendagri No.188342/4320/Otda yang diteken Dirjen Otda, Dr Sumarsono, namun Pemkot bersikukuh terbitnya empat Perwali itu tidak salah, sehingga pembatalannya dinilai tidak tepat.
"Kami telah mengajukan keberatan atas pencabutan tersebut ke Mendagri, hingga saat ini kami belum menerima surat balasan dari Mendagri terkait keberatan dibatalkannya Perwali tentang Zonasi. Jika surat balasan tersebut sudah ada, kami akan merespon kembali termasuk menyertakan kronologis mengapa sampai Perwali itu muncul,” ujar Kabag Hukum Setda Kota Denpasar, I Made Toya didampingi Kabag Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, IB Rahoela, di Kantor Walikota Denpasar, Senin (20/6).
Toya yakin tidak ada yang salah dengan Perwali Zonasi, karena sudah ada di Perda RTRW dan sudah dievaluasi tidak saja oleh gubernur, tapi juga pusat. Pemkot Denpasar, lanjut dia, sudah mengajukan delapan poin keberatan kepada Mendagri terkait pembatalan Perwali Zonasi, karena berpandangan Perwali tersebut diterbitkan atas amanat Perda Kota Denpasar No 27 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Denpasar Tahun 2011-2031 pasal 64 ayat (10) yang menyatakan bahwa operasionalisasi RTRW Kota akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah tentang RDTR di tiap bagian wilayah kota atau kecamatan, Peraturan Walikota tentang Peraturan Zonasi di tiap bagian wilayah kota atau kecamatan dan kawasan strategis di seluruh wilayah kota.
Dikatakan Toya, Perwali tentang Zonasi di empat kecamatan se kota Denpasar khususnya untuk Zonasi di Denpasar Utara juga telah diklarifikasi oleh gubernur sesuai surat tanggal 23 September 2015 No 188.34/8117/HK, hasilnya hanya menambahkan satu ayat yakni ayat (3) Ketentuan Peralihan pasal 47 dan telah ditindaklanjuti dengan peraturan Walikota Denpasar No 29 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Denpasar No 14 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Denpasar Utara.
Terhadap hasil klarifikasi gubernur tersebut, khususnya pasal 47 ayat (3) Peraturan Walikota Denpasar 29 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Denpasar No 14 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Utara, karena masih bersifat umum sehingga perlu penegasan gubernur, dan telah dimohonkan penegasan oleh Penjabat Walikota Denpasar kepada gubernur terkait penambahan satu ayat ketentuan peralihan pasal 47 ayat (3) dimana telah dijawab oleh gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi Bali dengan surat tanggal 21 Oktober 2015 Nomor 188.34/8380/HK hal Penegasan.
“Nah saat kami mencoba untuk menindaklanjuti surat tersebut, terbentur dengan PP 49 Tahun 2008 terkait kewenangan penjabat walikota yang mengambil kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Sehingga hal ini membutuhkan izin tertulis dari Mendagri,” jelasnya.
Kemudian, kata Toya, muncullah keputusan Gubernur Bali No 2155/01-b/HK/2015 tentang Pembatalan Peraturan Walikota Denpasar tentang Peraturan Zonasi. Pembatalan ini tidak konsisten dengan hasil klarifikasi Peraturan Walikota Denpasar tanggal 23 September 2015 No 188.34/8117/HK hal klarifikasi Peraturan Walikota Denpasar dan juga dengan Penegasan Sekretaris Daerah Provinsi Bali tanggal 21 Oktober 2015 Nomer 188.34/8380/HK hal Penegasan.
“Sehingga tidak tepat pembatalan atas Peraturan Walikota tentang Zonasi didasarkan atas ketentuan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Intinya, kami yakin tidak salah karena Perwali ini diterbitkan atas amanat Perda RTRW dan sudah dievaluasi. Dalam evaluasinya juga tidak ada menyalahkan Perwali Zonasi,” tegas Toya.
Terkait pembatalan Perda lainnya, Toya mengaku ada 8 Perda yang dibatalkan. Hanya saja, Toya menyebutkan hanya satu perda yang benar-benar dibatalkan keseluruhan yakni Perda 19 Tahun 1995 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah. Menurutnya, perda ini dicabut atas usulan Pemkot Denpasar yang telah disepakati saat rapat dengan Kabag hukum pemerintah daerah se-Bali beberapa waktu lalu. "Perda ini sudah tidak sesuai dengan UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi. Sejak lama memang kita tidak berlakukan perda ini, sehingga dalam kesempatan rembug itu kita usulkan untuk dibatalkan," jelasnya.
Sementara 7 perda lainnya, kata Toya hanya sebatas direvisi mengingat ada peralihan kewenangan berdasarkan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Ketujuh perda dimaksud yakni Perda Nomor 5 Tahun 2005 tentang Retribusi Pemindahan Kendaraan Bermotor di Jalan; Perda 6 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah; Perda 9 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Mendirikan Lembaga Pelatihan Kerja; Perda 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Kota Denpasar; Perda 6 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Tanah; Perda 21 Tahun 2011 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil; serta Perda 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan.