BALI TRIBUNE - Kendati adanya sistem kuaota dalam penerimaan siswa baru bagi sekolah negeri diharapkan bisa menjadi angin segar bagi sekolah swasta dalam penerimaan siswa baru, namun kini nyatanya selain sejumlah sekolah negeri yang kekurangan siswa baru juga polemik Penerimaan Peserta Didik Baru di Jembrana masih dirasakan sejumlah sekolah swasta pada tahun pelajaran 2017-2018. Sejumlah sekolah swasta yang selama ini telah eksis di tengah keterbatasan kini juga mengalami krisis murid baru. Kondisi ini juga menjadi sorotan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Jembrana.
Ketua BMPS Kabupaten Jembrana, I Ketut Udara Narayana dikonfrimasi, Senin (10/7), mengatakan bahwa sitem kouta yang ditetapkan pemerintah dengan ketentuan jumlah siswa sebanyak 36 orang dalam satu kelas (rombongan belajar) tersebut sudah sesuai untuk menciptakan perbaikan mutu pendidikan dan memenuhi standarisasi pendidikan nasional. Namun dalam prakteknya justru menurutnya berbeda seperti yang terjadi di Jembrana.
Sekolah swasta dikatakannya memadai untuk menampung siswa yang tercecer karean tidak diterima di sekolah negeri. Bahkan kendati sempat dibukanya PPDB gelombang II bagi SMA/SMK namun sejumlah sekolah baik negeri dan swasta di Jembrana juga masih tetap tidak memenuhi kouta Dapodik minimal satu rombel karena siswa baru yang diterima kurang dari 20 orang.
Dari informasi yang diperolehnya dari pengelola SMA/SMK swasta yang terhimpun dalam BMPS termasuk kepala SMA/SMK negeri di Jembrana bahwa masalah kekurangan siswa itu salah satunya dipengaruhi oleh adanya pendirian sebuah SMK dengan jurusan pariwisata. Diakuinya selain trend saat ini vokasi kejuruan pariwisata memang sangat diminati, juga sekolah SMK swasta baru itu justru memberikan iming-iming yang terkesan terlalu berlebihan dibanding dengan sekolah swasta yang ada di jembrana seperti salah satunya membebaskan uang gedung (SPP) sehingga tidak dipungkiri lagi ratusan lulusan SMP yang tercecer tersedot kesekolah baru tersebut. Pihaknya sangat menyayangkan kondisi tersebut seolah mengkebiri sekolah swasta yang selama ini bertahan eksis dengan hanya beberapa orang siswa saja.
Untuk menghindari persaingan, dari aspek uang gedung (SPP) sekolah swasta yang ada selama ini tidak sesuka hati untuk menentukan besarannya kareana BMPS bersama Ikatan Kepala Sekolah Swasta (IKSS) yang terdiri dari 7 SMA dan 5 SMK sudah menetapkan grade standar minimal SPP perbulannya yakni untuk SMA Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu per siswa dan untuk SMK Rp 175 ribu sampai Rp 200 ribu persiswa. Nilai SPP itu adalah untuk memenuhi standar operasional pendidikan disekolah sehingga sekolah swasta di Jembrana diwajibkan mengikuti ketentuan tersebut untuk meningkatakan kualitas proses pembelajaran. Ia meragukan keberlanjutan SPP gratis disekolah baru tersebut kedepannya. Sehingga masyarakat seharusnya benar-benar jeli dan teliti dalam memilih sekolah bagi anak-anaknya.
Pihaknya mempertanyakan pendirian SMK swasta yang secara mendadak tersebut. Pihaknya pun telah melakukan pertemuan dengan pihak UPT Disdik Provinsi Bali, MKKS SMA dan MKKS SMK serta pihak yayasan pendiri sekolah tersebut untuk mempertanyakan legalitas perizinan sekolah tersebut.
Ia mengungkapkan, dari pertemuan tersebut diketahui SMK yang baru berdiri beberapa bulan sebelum PPBD itu memang belum memiliki ijin namun judtru telah merekrut siswa baru. Kedati belum bisa memenuhi aturan yang berlaku namun sekolah itu berjalan hanya berdasarkan atas kebijakan Kepala UPT Disdik Provinsi Bali. Saat PPDB, sekolah itu tidak memenuhi ketentuan tata cara pendirian sekolah baru seperti belum mengantongi izin prisip, ijin tata ruang, HO dan ijin operasional yang telah ditetapkan pemerintah sehingga ditemukan masih ada kejanggalan.
Pihaknya tidak melarang pendirian sekolah baru di Jembrana namun hendakanya sekolah yang berdiri harusnya memenuhi prosudur dalam menjalakan suatu usaha pelayanan public dan memperhatikan kondisi sekolah yang ada sebelumnya. Atas kondisi itu pihaknya merasa prihatin selain sudah ada kesepakatan BMPS dan IKSS tidak lagi membuka jurusan pariwisata baru dengan tetap mepertahankan dan mengembangkan jurusan yang ada, juga karena selama ini sekolah swasta yang ada di Jembrana ditengah berbagai keterbatasan yang dialami masih berbesar hati eksis mendidik muridnya walaupun tidak memenuhi syarat operasional seperti jumlah siswa hanya tujuh orang dalam satu rombel dan minimnya pembiayaan.
Pihaknya berharap sekolah tidak sampai dijadikan tali dan jembatan untuk berpolitik.