BPM “Mutilasi” Hak Warga Dalam Pilkel Th 2016 | Bali Tribune
Diposting : 10 September 2016 11:12
Arief Wibisono - Bali Tribune
Rapat
Suasana rapat di BPM pada Jumat (9/9), terkait rekomendasi Pilkel yang dinilai merenggut hak politik warga.

Denpasar, Bali Tribune

Rekomendasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM) Kota Denpasar jelang Pemilihan Perbekel (Pilkel), Minggu (11/9), menimbulkan kontroversi. Bagaimana tidak, salah satu rekomendasi BPM menyebutkan, warga yang tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), meskipun memiliki KTP di daerah pemilihannya, tidak diperkenankan memilih alias kehilangan hak pilih.

Tentu hal ini menimbulkan reaksi dalam masyarakat karena dianggap memutilasi hak seorang warga negara. Apalagi turunnya rekomendasi itu ketika semua tahapan Pilkel telah selesai dilaksanakan, dan dalam kondisi minggu tenang menjelang pencoblosan. “Rekomendasi ini keluar atas kesepakatan dan merujuk pada Perda No 2/2016, di samping itu juga awalnya merupakan usulan dari salah satu desa peserta pemilihan yaitu Desa Kesiman Kertalangu,” kata Kepala BPMD, Made Mertajaya, Jumat (9/9).

Hal itu dikatakannya usai pertemuan di ruang rapat BPM di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Dalam rapat ini, Kepala BPM berkelit dengan mengatakan, dalam menyikapi pemilihan perbekel yang telah dilalui tahapan demi tahapan tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi hingga Perda No 2/2016. Penetapan pemilih tetap tentunya telah melalui tahapan tahapan yang telah dituangkan dalam Tata Tertib (Tatib) yang telah disosialisasikan jauh sebelumnya oleh panitia pemilihan perbekel.

“Dari proses penetapan inilah ada semacam opini yang ditanyakan oleh salah satu desa penyelenggara pemilihan yaitu Desa Kesiman Kertalangu yang menanyakan bagaimana bila ada masyarakat yang memiliki KTP tapi tidak terdaftar di DPT, makanya kami buat rapat kilat, dan telah disepakati yang hanya bisa memilih yaitu warga yang tercatat dalam DPT saja,” alasannya. Rekomendasi yang dikeluarkan pada minggu tenang itu mendapat penolakan dari sejumlah pihak karena dikeluarkan setelah berbagai tahapan pemilihan dilakukan.

Terungkap dari pertemuan ini jika ada dua desa yang tidak memasukkan dalam tatibnya, bila tidak masuk dalam DPT bisa menggunakan KTP. Kedua Desa itu yaitu Kesiman Kertalangu dan Dangin Puri Kelod. Sedangkan dua desa yang memasukkan pemilih boleh menggunakan KTP bila tidak tercatat dalam DPT yaitu Tegal Kertha dan Peguyangan Kaja. “Kami tetap berpedoman pada aturan agar ada kesepahaman antar panitia pemilihan ataupun tim kami di tingkat kota,” ujarnya lagi.

Lain halnya apa yang dikatakan Kabag Hukum Pemkot Denpasar, I Made Toya, yang hadir dalam pertemuan ini. Menurutnya Perda No 2/2016 ini merupakan produk baru yang sudah merujuk pada UU No 6/2014 dan Permendagri No 112/2014 yang mengatur tentang desa. “Nah dari dua aturan inilah yang kami adopsi dan telah beberapa kali dibahas di eksekutif ataupun di legislatif melalui rapat pansus, kemudian ditetapkan menjadi Perda, dan inipun telah difasilitasi oleh Provinsi Bali,” ujarnya.

Menurutnya, tahapan Pilkel ini sudah berjalan sesuai tahapan. “Rohnya saat ini ada di Panitia Pemilihan (Panlih), bagaimana panitia membuat Tatib, sosialisasi, hingga pelaksanaan,” ujarnya. Ia mengaku kaget karena terkait DPT, dan KTP ternyata telah tertuang di Tatib. Menurutnya, yang harus dilakukan adalah mengamankan apa yang sudah tertuang dalam Tatib, dan ini penting. Karena setiap ada persoalan hukum maka Tatib yang akan dijadikan pedoman, meski saat ini ada aturan yang berbeda.

Sedangkan Ketua Panitia Pemilihan Desa Tegal Kertha, AA Arimbawa, dalam kesempatan ini tetap ingin berpegang dengan Tatib yang ada. Ia beralasan kondisi masing masing desa tidak bisa disamakan ratakan. “Saya berharap kondisi akan selalu kondusif, dan tahapan Pilkel telah berjalan dengan baik. Kami hanya merupakan jembatan saja,” katanya. Ia dengan terus terang mengatakan jika dicermati sebetulnya surat yang dikeluarkan oleh BPM saat ini tidak menguntungkan dan inilah reaksi masyarakat atas keluarnya surat itu.

“DPT itukan ada kekurangan dan kelebihannya, atas usulan dari masyarakat maka kami lakukan koordinasi dengan mengacu pada Pilkada, pilpres, ataupun Pileg. Yang telah lumrah dilakukan,” katanya. Ia juga beranggapan jika mengacu pada UU No. 6/2014 tentang pemerintahan desa di pasal 35 menyebutkan tidak ada larangan menggunakan KTP, bahkan dalam perdapun tidak dilarang menggunakan KTP.

“Persoalannya sekarang apa yang dicetuskan BPM akan menimbulkan multitafsir. Dan penafsiran ini akan menimbulkan perbedaan, jelas itu. Yang terjadi justru ambivalen, pasalnya penjelasannya tidak ada,” tandasnya. Iapun menyarankan untuk bermanfaatnya aturan ini dan keamanan pelaksanaan Pilkel pihaknya meminta penggunaan KTP bagi yang tidak tercatat di DPT tetap diberlakukan.

“Sudah tentu semua itu berdasarkan catatan catatan dari kami, dan hari inipun kami telah buat kesepakatan dengan para calon,” lugasnya. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Bali Tribune dari lapangan menyebutkan, alasan BPM mengeluarkan surat itu antaranya, adanya kekuatiran penggelembungan suara, juga kekuatiran akan kehabisan kartu suara.