Denpasar, Bali Tribune
Partai Demokrat berambisi mengembalikan kejayaannya dengan memenangkan Pemilu 2019 mendatang. Partai berlambang ‘mercy’ itu optimistis target tersebut akan tercapai, merujuk pada capaian pada Pilkada serentak gelombang pertama tanggal 9 Desember 2015 lalu.
“Di Pilkada lalu, target kami hanya 30 persen. Tapi ternyata kami bisa meraih 40 persen kemenangan untuk seluruh daerah yang menggelar Pilkada serentak. Ini bagus bagi kami dalam upaya memenangkan Pemilu 2019,” kata Ketua Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo, usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) III Partai Demokrat Bali di Sanur, Denpasar, Minggu (15/5).
Untuk memenuhi ambisi ini, Pramono meminta seluruh kader Partai Demokrat solid. Apalagi di tengah situasi saat ini di mana Partai Demokrat sedang terpuruk dan bahkan ‘dikeroyok’ oleh partai politik lainnya. “Kita sudah seperti ini, dikeroyok, tapi kita malah saling gebuk,” tandasnya.
Ia juga secara khusus meminta kepada tokoh-tokoh yang sebelumnya adalah kader Partai Demokrat namun sudah dipecat, agar tak mengaduk-aduk partai ini. “Jangan ada mantan kader yang masih kendalikan partai ini. Kalau di luar, ya di luar saja. Kalau tidak cocok, keluarlah,” tegasnya.
Ia sendiri mengaku, memang belum lama bergabung dengan Partai Demokrat. “Saya memang baru di Demokrat. Tetapi sekali Demokrat tetap Demokrat. Nilai seseorang adalah karakternya, bukan soal lama atau tidaknya. Kalau pendiri sekalipun, tapi suatu saat mencederai organisasi, apa masih pantas sebut Demokrat?” ujarnya.
Hal tak jauh berbeda juga dilontarkan anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat Made Mangku Pastika. Ia berharap agar ke depan Partai Demokrat kembali eksis. Menurut dia, target memenangkan Pemilu 2019 bisa dicapai, jika Partai Demokrat bersatu dan solid.
“Kita tunjukkan bahwa kita bersatu. Sekarang ini jumlah kita tidak banyak, dulu banyak sekali. Tetapi karena badai, tidak banyak lagi. Karena itu, mari berjuang menjadi besar lagi. Kita bisa besar, kalau kita bersatu. Bagaimana 2019 bisa menang kalau kita tidak bersatu?” tuturnya.
Ia mengingatkan, kompetisi politik di Indonesia umumnya dan Bali khususnya, semakin ketat. Sebab ada banyak partai dengan taktik, strategi dan visi-misi masing-masing untuk merebut hati rakyat. “Pemilu itu, bagaimana kita rebut hati rakyat. Untuk bisa rebut hati rakyat, kita harus bicara dalam bahasa rakyat. Sering kita bicara tinggi, sehingga rakyat tak mengerti,” tegas Gubernur Bali ini.
Ia menambahkan, yang memiliki suara itu adalah dari rakyat kecil, nelayan, hingga orang terpelajar dan pekerja. Hanya saja, yang terpelajar kadang tak menggunakan hak suaranya saat Pemilu. Sementara yang kebanyakan hadir di TPS adalah orang-orang kecil. “Karena itu, pakai bahasa mereka. Bagaimana tekniknya, mari kita bicara di dapur kita,” pungkasnya.