BALI TRIBUNE - Tingginya pajak Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang hingga kini masih mencapai 15 persen rupanya menjadi penyebab banyak pengusaha angkutan maupun pribadi memilih membeli kendaraan di luar daerah untuk menekan pengeluaran.
“Pajak BBNKB yang mencapai 15 persen di Bali saat ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Hal ini menyebabkan pembeli kendaraan baru lebih memilih membeli di luar Bali karena pajaknya jauh lebih murah,” ujar Ketua Organda Bali I Ketut Eddy Dharmaputra,S.Sos. di sela-sela rapat dengan pengurus Organda, Sabtu(20/1) di Ubung. Ia menyebutkan, di Jawa, pajak BBNKB hanya 10 persen. Demikian pula di daerah lain jauh lebih rendah.
“Di Jawa sebelumnya 15 persen, namun kini hanya 10 persen,” ujar Eddy Dharmaputra didampingi Bendahara Organda Bali, Nyoman Gede Subawa. Akibat tingginya pajak tersebut, banyak pengusaha angkutan khususnya di Bali yang memilih membeli kendaraan di luar Bali. “Beda pajaknya lumayan besar,” jelasnya.
Hal senada juga dilontarkan pengurus Organda Cahaya Wirawan Hadi. Menurut pemilik diler mobil Hino ini karena tingginya beban pajak tersebut, banyak calon pembeli yang beralih membeli mobil di luar Bali.
“Bayangkan kalau beli Alphard yang harganya Rp 1 miliar, berapa bisa dihemat,” ujarnya. Akibat pengalihan pembelian kendaraan ke luar daerah itu bukan saja merugikan daerah karena berkurangnya pemasukan pajak daerah juga berpengaruh terhadap omzet diler mobil.
“Di tengah ekonomi yang lagi lesu ini, penjualan mobil juga ikut anjlok,” ujar Wirawan Hadi. Karena itu, pengusaha angkutan minta kebijakan yang termuat dalam Perda Nomor 8 Tahun 2016 itu ditinjau lagi sebab selain memberatkan pengusaha angkutan juga dampak jangka panjangnya merugikan pemasukan daerah.
“Potensi kerugian miliaran rupiah, sebab ribuan kendaraan baru menggunakan pelat luar Bali untuk menghindari tingginya pajak BBNKB ini,” ujar Eddy Dharmaputra dan Wirawan Hadi. Menurut kedua pengusaha angkutan ini, sebenarnya pihaknya sudah menyampaikan masalah itu kepada pihak terkait termasuk Dewan. Namun sampai saat ini belum ada perubahan. Pajak BBNKB ini tetap bertahan 15 persen, padahal Jakarta dan sekitarnya hanya 10 persen.
Pengusaha angkutan juga kini cukup terbebani dengan adanya sejumlah kebijakan yang dirasa belum mendukung dunia usaha seperti terhambatnya urusan samsat karena izin salah satu persyaratan izin yang harus diurus di Jakarta. “Karena memakan waktu lama, kita di daerah jadi korban,” tambah salah satu pengusaha angkutan, Wayan Pande Sudirta. Mantan anggota DPRD Kota Denpasar ini berharap ada kebijakan di daerah ketika izin belum selesai di pusat. Dalam rapat pengurus Organda tersebut juga dibahas masalah terminal Mengwi.