Denpasar, Bali Tribune
Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Bali tetap menyatakan bahwa moratorium pembangunan hotel di Bali mutlak diperlukan. Hal tersebut dikarenakan persediaan kamar hotel di Bali melebihi permintaan yang jumlahnya mencapai 130 ribu kamar. Menurut Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace ketika ditemui di kantornya di Denpasar, Selasa (12/4), untuk mencapai tingkat hunian atau okupansi 100 persen diperlukan puluhan juta wisatawan datang ke Bali setiap tahunnya.
"Kita punya 130 ribu kamar, katakanlah 120 ribu yang layak dengan lama tinggal kita pakai 4 hari. Saya sudah naikkan dari 3,5 hari dibulatkan keatas. Saya coba menganalisa dengan 120 ribu kamar dikali setahun 360 hari. Kita mempunyai 43.200.000 room nite di Bali," bebernya.
Sehingga lanjut dia mengatakan, untuk mengisi 100 persen okupansi misalkan dengan asumsi 1 orang/kamar dan jumlah room nite dibagi jumlah lama tinggal maka akan diperlukan 10.800.000 wisatawan datang ke Bali.
"Fakta di lapangan hotel di Bali masih untuk wisatawan leisure yang datang mengajak anak istri minimal berdua. Kalau berdua itu artinya kondisi kamar di Bali sekarang ini mampu menampung 21.600.000 wisatawan per hari ini. Jadi kita kenapa terus membangun lagi," ucap mantan Bupati Gianyar ini.
Cok Ace menyebutkan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali pada 2015 lalu jumlahnya sekitar 4 jutaan wisatawan. Sedangkan domestik ada sekitar 6 jutaan orang. "Asumsi kita domestik 4 jutaan orang meskipun domestik ada 6 jutaan tapi kan ada saudaranya di Bali. Katakanlah menjadi 8 jutaan wisatawan di Bali. Kalau melihat dengan jumlah kondisi kamar sekarang sesungguhnya okupansi kita 37 persen. Untuk itu menurut saya moratorium sekarang masih mutlak diperlukan," tegasnya.
Dia menambahkan jika sekarang ini waktunya melakukan evaluasi terkait realisasi pemberlakuan moratorium yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali pada 2011 lalu tersebut, apakah sudah berjalan sesuai yang diharapkan. "Memang perlu 5 tahun dari 2011 tapi itu kan tidak sertamerta kemudian di tahun 2016 itu dicabut tentu ini akan menjadi kajian evaluasi kita. Kalau sudah berjalan apakah sudah saatnya kita membuka moratorium ini tapi kan dikaitkan lagi dengan pembangunan infrastruktur dan lainnya. Itu sebenarnya makna yang ingin kita angkat dalam kurun waktu 5 tahun berjalan moratorium. Bukan berarti dicabut diizinkan membangun hotel," ucap Cok Ace yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali ini.
Pihaknya juga menilai sekarang ini, moratorium masih relevan untuk tetap dipertahankan. Bila perlu kata dia pengawasannya diperketat dan menjadikan momentum ini sebagai kesempatan untuk menekan alih fungsi lahan. "Moratorium sekarang ini tidak hanya untuk menghitung angka persediaan dan permintaan saja tapi lebih jauh lagi. Kita melihat hal-hal yang lain seperti alih fungsi lahan, pembangunan infrastruktur, carrying capacity. Itu yang kita pakai untuk momentum duduk bersama. Bukan hanya bagaimana kamar itu supaya penuh tidak kosong. Kita perlu melihat kemana kita bawa Bali ini kedepan," katanya.