BALI TRIBUNE - Dalam pertemuan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) bersama stakeholder di ruang rapat Praja Sabha Provinsi Bali, Senin (11/12) membahas tentang distribusi Asuransi bagi petani dan nelayan serta realisasi KUR di Bali. Terungkap Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) posisi September 2017 baru mencapai 15 ribu hektar dari target yang ditentukan 29 ribu hektar.
Namun sayangnya Asisten III Provinsi Bali, Gusti Ngurah Alit, yang ditemui media usai pertemuan justru enggan berkomentar soal ini bahkan terkesan acuh tak acuh. “Langsung saja sama OJK,” ucapnya singkat tanpa ada penjelasan. Sebaliknya Kepala OJK KR 8, Hizbullah yang dimintai keterangannya terkait pertemuan TPAKD mengatakan, pihaknya membahas kinerja lembaga keuangan serta capaian tahun 2017 dan perencanaan tahun berikutnya.
“Yang paling penting dibahas dalam pertemuan kali ini yaitu tersalurkannya asuransi pertanian serta realisasi KUR,” ucap Hizbullah. Sembari mengatakan AUTS target : 5.000 Realisasi : 1.952. AUTP Target : 21.000 Realisasi : 17.539,79. Nelayan target : 9.000 realisasi : 7.046. Ia menjelaskan, tersendatnya saluran distribusi asuransi lebih disebabkan persoalan kordinasi antar stakeholder yang ada di SKPD terkait.
Artinya, banyak keputusan dari provinsi yang tidak diimplementasikan ditingkat daerah. “Bahkan informasi dari Jasindo yang merupakan perusahaan asuransi yang digandeng pemerintah mengakui kendala kurang adanya kordinasi antar pihak terkait. Misal, nelayan yang terdata 9 ribu tapi yang mendapatkan asuransi hanya 4 ribu, posisi September 2017,” tutur Hizbullah menyesalkan hal ini terjadi.
Persoalan juga muncul saat Jasindo sosialisasi ke daerah daerah yang datang hanya ketua kelompoknya saja, tanpa anggota. Akibatnya informasi tidak sampai ke anggota kelompok. “Banyak anggota kelompok petani dan nelayan yang tidak mendapat informasi. Belum lagi ada ketentuan dan persyaratan lainnya,” sebutnya.
Persyaratan yang dimaksud antaranya, umur tidak boleh lebih dari 60 tahun, harus memiliki e-KTP, bahkan ada juga yang bukan nelayan tulen, artinya hanya pekerjaan sambilan saja tidak berhak mendapatkan asuransi. Padahal untuk asuransi nelayan dijamin per orangnya Rp 200 juta, gratis. tapi tidak ada yang minat. “Mulai tahun depan justru yang minat disuruh bayar premi,” tandas Hizbullah.
Untuk mengatasi persoalan dilapangan, rencananya mulai tahun 2018 pihaknya akan membentuk tim kerja yang mengawasi jalannya program hingga realisasi. “Kita sudah sepakat dengan Asisten III beserta kepala kepala dinas membentuk tim kerja,” cetusnya. Bahkan diakui, penyaluran KUR juga belum mencapai target dari yang diharapkan, pasalnya banyak persyaratan yang ditentukan pemerintah belum bisa dipenuhi UKM.
“Realisasi KUR di Bali baru 52 persen. Persoalan muncul dari syarat yang ditentukan pemerintah seperti harus memiliki e-KTP, tidak boleh memiliki kartu kredit, memiliki NPWP, padahal banyak UKM di Bali memiliki kartu kredit tapi belum memiliki NPWP,” imbuh Hizbullah. Dampak Gunung Agung juga berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan, akibatnya banyak perbankan agak “ngerem” penyaluran kreditnya disamping juga penurunan ekonomi secara global.
Menurut Hizbullah, dana KUR yang disediakan pemerintah mencapai Rp 5 triliun dan ini harus betul betul dimanfaatkan. Dia berharap hingga akhir tahun ini realisasi KUR bisa 70 persen minimal dan tahun depan pihaknya akan memetakan lagi mana saja UMKM yang bisa diberi KUR. “Tujuan TPAKD kan untuk memajukan perekonomian daerah, apalagi kalau dilihat dari anggota yang tergabung juga “gemuk” jadi tidak ada alasan KUR tidak tersalurkan,” tutupnya.