Denpasar, Bali Tribune
Keberadaan desa untuk membuat ‘perarem’ atau peraturan tertulis mengenai pemeliharaan anjing kini semaki bertambah. Setelah Desa Jatiluwih, kini desa-desa lain di Bali juga sudah mulai merancang ‘perarem’ pemeliharaan anjing liar tersebut. Salah satunya, Desa Ubung Kaja Denpasar. Desa dengan kawasan cukup luas dan padat penduduk ini berencana membuat ‘pararem’ pemeliharaan anjing liar guna mengoptimalkan pemberantasan virus rabies di desa tersebut.
Kades Ubung Kaja, I Wayan Mirta, Rabu (8/6) mengatakan dalam ‘pararem’ tersebut akan ditentukan sanksi berupa denda ataupun sanksi sosial kepada ‘krama’ atau warga yang dengan sengaja meliarkan anjing. “Kami di desa tidak bisa berbuat banyak. karena tidak bisa memberikan sanksi kepada krama yang meliarkan anjing. Maka itu lewat pararem, akan diatur secara tegas apa sanskinya,” jelasnya.
Dikatakan Mirta, pihaknya telah melakukan beberapa kali sosialisasi terkait rancangan pararem anjing liar ini pada kelihan banjar se-Desa Ubung Kaja. Menurutnya, sanksi adat lebih ditakuti daripada sekedar imbauan, maka itu masuknya peliaran anjing dalam pararem diharapkan segera bisa terwujud. “Tahun 2016 ini mudah-mudahan pararem di masing-masing banjar tentang peliaran anjing bisa disahkan,” jelasnya.
Selain perarem terkait pemeliharaan anjing, kata Mirta, juga ada tiga hal penting lainnya yang diminta untuk masuk dalam pararem yaitu sampah, narkoba dan jentik nyamuk. “Dari pengalaman hidup, peliaran anjing, sampah, dan jentik masih dianggap hal yang tidak penting. Bahkan ada warga kami tetap bandel membiarkan jentik hidup di rumahnya. Padahal petugas jumantik sudah berkali-kali mengecek, beri abate dan bahkan pihak desa ikut turun tetap saja tidak mau menerapkan pola hidup bersih lewat PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Dari pengalaman inilah, muncul ide supaya jentik masuk pararem. Biar ada sanski, sehingga masyarakat bisa berubah pola pikirnya,” tegasnya.
Sebagai gambaran, sanski dalam pararem bisa berupa denda sebesar puluhan ribu rupiah atau sanski sosial dengan cara diumumkan dihadapan krama banjar. “Intinya, kami ingin membudayakan rasa malu. Malu karena meliarkan anjing, malu karena tidak menjaga kebersihan, dan malu karena terlibat narkoba,” imbuhnya.
Sebelumnya, seperti dimuat Harian Bali Tribune edisi Rabu (2/6), pembuatan perarem untuk pemeliharaan anjing ini dicetuskan Desa Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Perarem ini dibuat lantaran warga Desa Jatiluwih diresahkan dengan adanya anjing liar menyerang belasan warga di sejumlah banjar di Desa tersebut.
Perbekel Desa Jatiluwih, I Made Kartika mengatakan, untuk mencegah korban bertambah, pihak desa berencana akan membuat perarem. “Perarem ini merupakan langkah cepat kita untuk mengantisipasi hal-hal yang lebih buruk,” tegas Kartika Rabu (1/6).
Selain itu, lanjut dia, dengan perarem tersebut diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan warga agar tidak memelihara anjing dengan jumlah banyak dan tidak meliarkan anjing piaraannya.Dikatakannya, pihak desa memang harus mengambil langkah cepat mengingat Desa Jatiluwih juga merupakan daerah pariwisata yang diakui dunia sehingga dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat. “Kita juga sudah sampaikan ke delapan banjar yang ada di Desa Jatiluwih,” imbuhnya.