UPTD Pertanian “Disulap” Jadi Kampung Pengungsian | Bali Tribune
Diposting : 5 December 2017 19:59
Redaksi - Bali Tribune
pengungsian
Barak pengungsian yang mirip kampung pengungsi.

BALI TRIBUNE - Sejak erupsi Gunung Agung terjadi pada 25 November lalu, puluhan ribu warga utamanya yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dan KRB II berbondong-bondong menuju lokasi pengungsian yang sudah disediakan pemerintah. Dari pantauan koran ini Senin (4/12), rata-rata posko pengungsian yang ada di wilayah Kabupaten Karangasem sudah mulai penuh.

Berbagai upaya dilakukan Satgas Penanggulangan Bencana (SPB) di masing-masing kecamatan penerima pengungsi guna memberikan rasa nyaman bagi para pengungsi. Seperti yang dilakukan SPB Kecamatan Rendang, utamanya di Posko Pengungsian UPT Pertanian. Satgas menyulap lahan kurang dari satu hektar itu menjadi sebuah perkampungan pengungsi sementara, di mana posko pengungsian dibuat menjadi beberapa blok lengkap dengan gang menuju ke setiap bloknya.

Satu blok di atas lahannya dibangun barak yang terbuat dari terpal dan dibagi menjadi sejumlah bilik atau menyerupai sebuah bedeng. Dimana satu bilik ditempati oleh satu kepala keluarga (KK). Cukup nyaman memang, karena selain satu KK menempati satu bilik bersama keluarga mereka, satgas juga membuat bale-bale dari bambu berukuran lebar dan cukup tinggi untuk alas tidur seperti kasur, spring bed maupun tikar yang dibawa sendiri oleh pengungsi.

Karena bale-bale bambu itu dibuat cukup tinggi, para pengungsi tidak perlu khawatir bilik mereka akan terendam banjir atau becek, pun demikian barang-barang bawaan mereka juga akan aman di atas bale bambu. Selain itu untuk setiap bilik, satgas juga membuatkan meja bambu untuk meletakkan kompor gas yang dibawa pengungsi sehingga setiap pengungsi (masing-masing KK,red) bisa memasak secara mandiri.

Memang di posko ini setiap pengungsi hanya diberikan jatah beras satu gelas per jiwa setiap hari untuk dimasak sendiri. Artinya di lokasi pengungsian ini tidak ada fasilitas dapur umum. Sementara untuk lauk-pauk bahan-bahannya dibeli sendiri oleh masing-masing pengungsi. “Cukup nyaman Pak, cuman ya itu sarana MCK-nya masih kurang. Jadi setiap akan buang hajat atau mandi, kami harus antre hingga berjam-jam. Untuk logistik kami hanya mendapatkan jatah beras satu gelas per jiwa,” ungkap Nyoman Regeg, salah satu pengungsi asal Banjar Keladian, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang.

Sementara itu, Komandan Satgas Penanggulangan Bencana, Kecamatan Rendang, Kapten. Inf. Ketut Sumendra, kepada koran ini menjelaskan, memang pihaknya sengaja mengonsep posko pengungsian ini sedemikian rupa demi kenyamanan pengungsi. Selain itu keamanan posko pengungsian ini juga terjamin, karena sejumlah anggota polisi dan TNI secara bergiliran patroli di sekitar lingkungan posko.

“Sebelum erupsi kita rapat dengan seluruh kepala desa dan kepala dusun untuk pemetaan pengungsi dan utamanya bagaimana membuat bedeng-bedeng, agar posko pengungsian ini tidak terlihat semrawut,” ucap Sumendra.

Dikatakannya, jumlah pengungsi seluruhnya yang menempati posko pengugnsian UPT Pertanian sebanyak 1064 jiwa. Dan untuk menampung seluruhnya pihaknya sudah membangun sebanyak 50 bedeng dari timur sampai utara. Hanya saja kendala yang ada saat ini diakuinya hanya masalah sarana MCK yang sangat kurang.

“Karena ada sekian ribu pengungsi, MCK-nya hanya beberapa saja. Nah kami sedang membuat tambahan sarana MCK. Kemarin kita sudah buat MCK di sebelah barat dan utara sebanyak 10 lokal, dan itu masih sangat kurang,” sebutnya.

Selain sarana MCK pihaknya juga masih kekurangan sekitar 20 tandon air atau profil tank, untuk itu pihaknya mengharapkan adanya bantuan tandon air guna memenuhi kebutuhan air bersih untuk memasak, minum dan keperluan MCK para pengungsi.