BALI TRIBUNE - Keberadaan puri atau kediaman para raja di Bali pada masa lampau tidak terlepas dari berbagai kegiatan spiritual, budaya, ekonomi, bahkan politik dan pemerintahan. Namun seiring berjalannya waktu rupanya secara perlahan peranan puri sudah mengalami pergeseran. Dan di sisi lain, sejumlah bangunan puri di sejumlah daerah bukan saja mulai rusak, bahkan peninggalan para raja itu terkesan pudar seolah kehilangan "taksu"nya.
Adalah Puri Agung Singaraja yang belakangan ini mulai berbenah. Meski perlahan, namun puri yang sebelumnya seperti kurang terurus itu kini mulai menampakkan sinarnya. "Sejak saya di sini sebagai Penglingsir Puri Singaraja, berbagai upaya saya lakukan untuk mengembalikan fungsi dan keberadaan puri sebagaimana mestinya," ujar Penglingsir Puri Agung Singaraja A.A. Ugrasena Jumat (6/4) di Denpasar. Menurutnya, puri di masa lampau bisa mengambil sebagian besar peran penting dalam kehidupan masyarakat baik secara spiritual, politik, ekonomi, budaya, dan pemerintahan. "Ini yang akan kita akan angkat kembali, mengembalikan fungsi puri dan sudah tentu disesuaikan dengan kondisi yang berkembang," ucapnya sembari berujar kekuatan puri yang utama sebenarnya ada di kegiatan spiritual. Namun saat ini tantangan yang juga cuku besar adalah mengembalikan fisik bangunan dan berbagai peninggalan puri yang mulai rusak. Ini tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Sebab menurut Gung Ugrasena, kerap dia disapa, tak semua puri di Bali memiliki “asset” yang cukup untuk mempertahankan puri baik dari sisi fisik (bangunan) maupun spiritual. “Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya di zaman ini. Sebab untuk memelihara puri juga diperlukan biaya yang besar,” jelas mantan Kepala Cabang Toyota Astra Denpasar ini.
Namun Gung Ugrasena tak lantas menyerah dengan kondisi yang ada. Berbagai upaya kini tengah dilakukan untuk merawat puri peninggalan leluhurnya A.A. Pandji Tisna yang sangat disegani saat itu. Langkah awalnya dengan memperbaiki sejumlah bangunan yang mulai rusak. Selain itu sejumlah pusaka dan barong serta peninggalan lainnya seperti keris mulai ditata. “Yang mengherankan kami, justru untuk perbaikan “barong” justru datang dari seorang ibu di Jawa yang mengaku didatangi barong tersebut,” jelas Gung Ugrasena. Semula ia tak percaya, namun ibu yang kini dianggapnya sebagai “ibu angkat” tersebut bahkan memintanya segera menata kembali barong yang nyaris sudah rusak termakan usia itu. “Bahkan seluruh biayanya ditanggung,” ujarnya dengan mimik heran. Tidak sampai di sana, setelah barong tersebut selesai ditata, ternyata sang ibu angkat tersebut kembali menghubunginya lewat telepon, kalau dia harus “mengembalikan” pasangan barong tersebut yang ternyata merupakan barong perempuan. Itupun semua biaya yang totalnya mencapai ratusan juta sepenuhnya ditanggung ibu angkatnya itu.
Dengan melihat sejumlah keajaiban yang terjadi, maka pihaknya bertekad untuk melakukan perbaikan-perbaikan agar Puri Agung Singaraja ini bisa kembali. Dan apa yang dilakukan Penglingsir Puri ini sepertinya memang sudah kehendak para leluhurnya. Karena berbagai bantuan secara tak terduga berdatangan. Seperti di masa awal ketika ia hendak melakukan upacara ngaben di puri sekitar tahun 2000-an, datang bantuan dari Jakarta agar puri yang sudah mulai rusak itu diperbaiki. “Padahal kami akan melakukan ngaben, namun justru datang bantuan agar kami memperbaiki puri,” ujarnya. Setelah itu bantuan perbaikan barong datang dari seorang ibu yang sebelumnya dengan beberapa temannya datang ke puri. “Entah dari mana ibu tersebut tiba-tiba menelepon kalau minta kami agar memperbaiki barong di puri yang selama ini ‘nyaris’ terlupakan,” jelasnya.
Belakangan ini pihaknya juga dijanjikan bantuan seperangkat gong/gamelan dari seseorang di Jakarta. Begitu besarnya partisipasi yang datang untuk puri membuatnya semakin bersemangat berbuat sesuatu demi puri tercinta ini. “Saya sudah putuskan akan melakukan apa saja untuk puri agar lebih baik lagi khususnya hal-hal yang menyangkut spiritual,”ujar Gung Ugrasena penuh keyakinan.