Cuaca Tidak Menentu, Petani Tradisional Merugi | Bali Tribune
Diposting : 3 June 2017 13:01
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
Petani
MERUGI - Petani tradisional merugi karena proses hasil panen yang tidak maksimal akibat minimnya intensitas cahaya matahari.

BALI TRIBUNE - Kondisi cuaca yang tidak menentu beberapa pekan belakangan ini dampaknya juga sangat dirasakan oleh petani tradisional. Dengan cuaca berawan bahkan tidak jarang mendung disertai hujan membuat para petani kebun di Jembrana kesulitan mengolah hasil panennya.

Seperti yang dialami sejumlah petani kakau di sejumlah subak abian di Jembrana. Dengan minimnya intensitas cahaya matahari beberapa pekan belakangan ini membuat mereka kelimpungan untuk melakukan proses biji kakau pasca panen. Salah seorang  petani, Wayan Suparti (47) asal Banjar Arca, Desa Pulukan, Pekutatan mengatakan sejak beberapa minggu terkahir kualitas hasil panen biji kakaunya menurun akibat kurang mendapat sinar matahari saat proses penjemuran. Ia bersma petani kakau lainnya mengaku warga hanya mengandalakan cahaya matahari dalam proses pengeringan biji kakau dan tidak memiliki alat pengering.

Dengan cuaca yang tidak menentu dan minim cahaya matahari, selain membutuhkan waktu penjemuran dan pengeringan lebih lama yakni dari biasanya satu minggu kini bisa menjadi belasan hari, juga kualitas hasil panen menurun. Selain mengakibatkan biji kakau menjadi berjamur juga kadar airnya saat dijual sangat tinggi sehingga berpengaruh pada hasil penjualan.

Sejumlah petani mengaku merasakan kerugian akibat cuaca tidak menentu seperti ini dan memastikan harga jual produk biji kakau akan menurun. Bahkan dengan minimnya lahan jemur dan gudang simpan disaat cuaca tidak menentu membuat para petani kewalahan dan harus bekerja ekstra.

Tidak Maksimal

Begitupula yang dialami petani kopi tradisional. Dengan cuaca yang tidak menentu belakangan ini mereka mengeluh hasil penen mereka menjadi tidak maksimal. Ni Nyoman Suami (51) petani kopi asal Banjar Pulukan, Pekuatan mengaku dalam penjemuran hasil panen biji kopi, petani tradisional hanya mengadalkan cahaya matahari untuk pengeringannya. Selain proses pengeringan yang cukup lama, minimnya sinar matahari bahkan hujan yang tidak menentu membuat kadar air kopi menjadi tinggi dan berpengaruh pada harga jual.

Baik petani kakau maupun kopi kini merasakan kekhawatiran atas hasil panen mereka yang menjadi sumber mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kepala Seksi Observasi dan Informari pada Stasiun Klimatologi (Staklim) Jembrana, Agit Setyoko membenarkan kondisi cuaca belakangan ini yang tidak menentu akibat adanya anomali cuaca yang disebabkan adanya tekanan rendah disebelah barat Pulau Sumatra sehingga udara dari wilayah timur Indonesia tertarik ke wilayah Bali begitupula dengan masa uap air dari perairan sebelah utara Australia juga tertarik ke wilayah Bali. Menurutnya kondisi tersebut mengakibatkan cuaca di wilayah Bali beberapa hari belakangan ini cendrung tejadi hujan dan benyak terjadi awan hujan di atas wilayah Bali.