BALI TRIBUNE - Lagi, salah seorang petani yang sawahnya menjadi bagian pemandangan di Objek Wisata Ceking, memasang seng penyilau. Aksi ini dilakukan, lantaran merasa sebagai objek penderita dan terabaikan. Karena selama ini, tidak kebagian “kue” atau uang sewa/kontribusi dari pihak pengelola.
Dari pantauan Bali Tribune, Kamis (3/8), tampak deretan enam lembar seng dipasang oleh I Gusti Ngurah Candra, warga Banjar Kebon, Desa Kedisan, Tegallalang. Kondisi ini pun membuat pemandangan awah terasering yang sudaha mendunia itu, sedikit ternoda. Terlebih, pantulan sinarnya, membuat wisatawan silau. “Saya pasang seng itu dengan sengaja sejak dua minggu lalu. Untuk menunjukkan bahwa lahan saya juga menjadi bagian dari pemandangan di seberang,” ungkap Candra.
Meski demikian, Candra hanya bermaksud untuk memberi pengertian kepada pihak pengolala dan tak ada maksud untuk mencoreng apalagi mengusir wisatawan. “Sejumlah pemilik sawah yang menjadi pemandangan objek wisata itu, mendapatkan uang sewa Rp 4,5 juta per bulan. Namun, lahan saya tidak dianggap ada,” kesalnya.
Disebutkan, ada kesan pilih-pilih dari pihak pengelola atas pemberian kontribusi itu. Buktinya, pemilik sawah yang mengapit sawahnya justru kebagian. Meskipun sawahnya, berada di lokasi strategis tepatnya di depan sejumlah restoran. “Sawah di sebelah, pupuk pun gratis, sementara saya dicuekin,” tambahnya.
Keluhan terhadap pengelola objek, tidak hanya dari pemilik lahan. Warga yang memanfaatkan peluang dengan berperan sebagai petani untuk objek foto wisatawan juga merasa diperas. Seperti keluhan Nyoman Cekreg (67) yang sehari-harinya mencari nafkah dengan menjadi petani yang sedang memikul rumput untuk objek foto wisatawan. Dalam aktivitasnya, Cekreg memanfaatkan lahan persawahan hanya sepanjang dua meter untk mondar mandir. “Saya diwajibkan membayar Rp 500 ribu setiap tiga bulan. Sementara saya tidak menargetkan harga saat dijadikan onjek foto oleh wisatawan,” keluhnya.
Secara terpisah, Bendesa Tegalalang, I Made Jaya Kusuma mengaku tidak bisa berbuat banyak, lantaran tanah itu tidak termasuk pemandangan yang dibayar. Sesui kesepakatan sebelumnya, Desa Pakraman Tegalalang hanya membayar tujuh pemilik pemandangan, dengan harga Rp 4,5 juta per bulan. “ Tanah Gusti Candra, jauh dari pemandangan utama objek wisata Cekingan,” terangnya.
Namun, atas pemasangan penyilau ini, pihaknya pasti akan menindakljuti. Pihaknya akan segera menggelar paruman dengan prajuru lainnya. Selain memperhitungkan lahan tanah milik Gusti Candra, ia akan membahas sumbangan untuk Desa Pakraman Kebon, yang berada di timur objek wisata Cekingan itu. “Kami akan berupaya memberikan kontribusi. Namun untuk penentuan nilainya, tentau harus kami bahasa dulu,” terangnya singkat.