Amatra Serahkan 25 Ribu Bibit Buah Gratis Bagi Petani | Bali Tribune
Bali Tribune, Minggu 01 Desember 2024
Diposting : 26 October 2017 22:16
Arief Wibisono - Bali Tribune
festival
AA Adi Mahendra Putra

BALI TRIBUNE - Peran pemerintah dianggap sangat signifikan dalam mendorong masyarakat pertanian memacu hasil produksi mereka agar lebih berbudi daya. Pasalnya, dalam memacu hasil produksi diperlukan sinergitas antara petani, pemerintah juga peran swasta. Untuk itulah diperlukan pendamping para petani oleh pihak swasta juga pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memberikan 25 ribu bibit manggis dan duren pada para petani yang ada di Bali. Hal itu diungkapkan Founder Rumah Aspirasi AMATRA yang juga Anggota DPR RI Komisi VI AA Adi Mahendra Putra yang membidangi Pertanian Dalam Arti Luas.

“Pemberian 25 ribu bibit duren Dan manggis upaya kami melakukan pendampingan bagi para petani dan kita berharap dari yang sudah ada sebelumnya diakhir tahun ini kita bisa melakukan ekspor manggis dan duren ke beberapa negara,” ujarnya yang ditemui di Denpasar, Rabu (25/10). Langkah yang diambil Gus Adi begitu kerap disapa tidak lain ingin menunjukkan pada pemerintah bahwa petani Bali mampu melakukan ekspor buah lokal. Ia juga tidak menampik jika dikatakan pentingnya peran swasta dalam pengembangan produk.

“Bahkan dalam rapat kerja sekalipun kita sampaikan pentingnya peran swasta, tidak perlu kuatir ataupun antisipatif, yang penting semuanya jelas, kan ada MoUnya,” tukasnya seraya menjelaskan mitra kerja Komisi dibentuk dengan tiga kerjasama yaitu Pemerintah, petani, dan swasta. “Artinya kita juga tidak boleh alergi terhadap korporasi bahwa mereka akan neko neko, tidak akan itu terjadi selama ada aturan main yang jelas,” ujarnya.

Berbicara pertanian menurutnya suatu kerja yang sangat berat dan kinerja yang harus terukur. Menurutnya tanpa itu susah karena pertanian akan tidak ada perkembangan. “Ibaratnya tongkat, kayu, dan batu bisa jadi tanaman kenapa tidak hal itu terwujud, karena tidak ada kinerja yang terukur. Akhirnya orang akan malas jadi petani, dan lebih baik mereka impor saja,” sebutnya menyesalkan hal itu terjadi.

Dimintai tanggapannya terkait dengan akan diadakannya Festival Indonesia di Rusia Tahun 2018 yang salah satunya membuka peluang ekspor hasil pertanian ia justru menanggapinya dengan dingin bahkan melihat hal itu tidak cukup memfasilitasi apa yang jadi kebutuhan petani, meski seperti yang dikutip dari Dubes Rusia harga buah buahan tropikal cukup tinggi di Rusia. “Hal itu tidak merubah keadaaan jika yang diajak dalam festival itu hanya orang orang itu saja, apanya yang berubah, justru terkesan terjadi monopoli. Padahal masyarakat petani banyak sekali yang perlu diberdayakan,” cetusnya.

Apa yang disampaikan Gus Adi rupanya berdasarkan apa yang pernah dialaminya selama ini. Namun pameran itu lebih bisa dikatakan bermanfaat jika didukung oleh pelaku yang riil, bukannya itu lagi, ini lagi. “Dalam hal ini pasti akan terjadi proses claim. Namun bagaimana mencoba mengangkat yang belum ada menjadi ada. Kalau kopi bukan hanya kintamani, tapi masih banyak daerah lain di Bali, kalau tenun bukan hanya Jembrana tapi Nusa penida dan daerah lainnya, pun dengan produk produk lainnya yang akhirnya tidak terjadi proses claim tadi namun lebih pada pemerataan” tandasnya.

Iapun beranggapan dari setiap festival mestinya ada output yang dihasilkan bukan hanya sebatas seremonial. “Contoh, festival pertanian atau apapun itu ada ndak yang menghasilkan sesuatu, paling cuma sebatas seremonial. Ada ndak buyer yang didatangkan, ada ndak kontrak dagang yang dibuat, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk festival atau pameran, tanya outputnya,” ujar Gus Adi. Meski demikian ia menghargai pihak pihak yang punya kepedulian namun kembali mengingatkan perlunya kinerja yang terukur sebagai output pemberdayaan bagi masyarakat.