BALI TRIBUNE - Pasca peningkatan status Gunung Agung ke level awas, Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar kebanjiran pasien ibu hamil dari warga pengungsi. Seorang di antaranaya berhasil melakukan persalinan dengan normal. Sementara sejumlah ibu hamil lainnya mengalami flek, pendarahan hingga pecah ketuban.
Setelah dirundung was-was selama di pengungsian, pasangan Wayan Ariawan dan Ni Nyoman Astriani asal Desa Duda, Selat Karangasem, akhirnya bernafas lega, Minggu (25/9). Putra laki-laki yang ditunggunya, lahir normal setelah dirujuk ke RS Sanjiwani Gianyar. “Saya sempat was-was karena kelahirannya lebih awal dari perkiraan,” ungkap Astriani.
Disebutkan, dirinya beserta suami dan keluarga besarnya sudah dua hari tinggal di pengungsian. Dalam kondisi panik, Astriani mengaku mulai merasa mules Sabtu malam. Hingga dirinya bawa petugas ke bidan terdekat, lanjut dirujuk ke Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar. Proses persalinanan pun berjalan lancar dan bayi laki-laki lahir dalam kondisi sehat. “Saya sangat bersyukur, tiga anak kami sebelumnya semuanya perempuan. Terima kasih kepada petugas di pengungsian dan semuanya yang telah membantu kami selama mengungsi,” terangnya.
Namun, berbeda dengan kondisi ibu hamil enam bulan, Ida Ayu Muliani asal Desa Culik, Karangasem. Istri Ida Bagus Putu Warsa Pratama itu harus mendapat perawatan intensif setelah mengalami pecah ketuban. Ida Bagus Warsa pun sangat berharap kondisi bayi dalam kandungan istrinya tetap sehat, demkian kesehatan istrinya.
“Semenjak ada peningkatan status awas, semua warga desa panik, apalagi istri saya sedang hamil. Dia langsung sakit perut dan keluar cairan. Saya bawa ke Rumah Sakiat Umum Karangasem, lanjut dirujuk ke Rumah Sakit Sanjiwani,” terangnya.
Dari informasi yang diterima di RS Sanjiwani, semenjak status awas, banyak rujukan ibu hamil yang diterim di rumah sakit ini. Namun beberapa di antaranya langsung dirujuk ke RSUP Sanglah. Sedangkan di RS Sanjiwani, hingga Minggu sore tercatat ada lima orang pengungsi yang menjalani perawatan. Satu orang pasien patus spontan dengan kondisi sehat, serta dua orang ibu hamil prematur yang sedang penanganan intensif. Ada pula pasien dengan penyakit TB Paru serta seorang anak penderita flu Singapore.
Dokter jaga di IGD RSU Sanjiwani, Dokter Ika Purnamaningsih mengakui, dalam kondisi bencana seperti sekarang sangat rentan mempengaruhi ibu hamil. Karena ibu hamil, terutama yang tinggal di pengungsian cenderung mengalami stress, ketakutan dan makan juga tidak teratur. Terlebih dengan kehamilan di atas enam bulan, psikis ibu sangat mempengaruhi. “Masa kehamilan enam bulan, bayi sudah terbentuk. Jika ibu stress atau ketakutan apalagi kaget, sangat rentan memicu pecah ketuban lebih awal,“ jelasnya.
Oleh karena itu, dokter Ika berharap selama di pengungsian ibu hamil ini harus berusaha tetap tenang. Tidak bertindak ceroboh yang dipicu kepanikan dan ketakutan karena dapat membahayakan jiwa sendiri. Menjaga stabilatas ini bisa dengan bantuan dan dukungan orang-orang terdekat, seperti suami, keluarga, teman, tim relawan atau petugas sosial yang ada di lokasi, serta tokoh agama. “Lakukan latihan olah nafas untuk membantu menenangkan diri, berdoa dan berpikir positif,” pungkasnya.