Denpasar, Bali Tribune
Sudah tak terhitung aksi turun ke jalan yang dilakukan ForBali dalam menyuarakan aspirasinya menolak reklamasi Teluk Benoa. Selain digelar di kawasan yang akan direklamasi, aksi juga pernah dilakukan ForBali dengan menyasar Kantor Gubernur Bali serta Kantor DPRD Bali.
Di saat-saat awal gerakan, ForBali memang menggelar aksinya rata-rata di pagi menjelang siang hari. Namun belakangan, beberapa kali ForBali menggelar aksi ke Gedung Dewan, justru setelah pukul 14.00 Wita. Akibatnya, dalam setiap aksi demo tersebut massa aksi ForBali tidak diterima oleh pimpinan dan anggota DPRD.
Terakhir, ForBali mendatangi Gedung DPRD Bali pada tanggal 25 Agustus lalu. Selain aksinya baru dimulai pukul 14.00 Wita, saat bersamaan mayoritas wakil rakyat di Renon sedang melakukan kunjungan kerja. Akibatnya, massa ForBali yang menguasai Gedung Dewan selama sekitar 3 jam, pada kesempatan tersebut hanya diterima sekitar dua orang anggota dewan.
Kondisi ini membuat kecewa ForBali. Bahkan pada simakrama di Polda Bali, Rabu (31/8) lalu, ForBali menuding DPRD Bali tidak mau menerima massa demonstrasi tolak reklamasi Teluk Benoa. Hanya saja, tudingan ini langsung direspons para wakil rakyat.
Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai, misalnya, meminta agar aksi demonstrasi ke Gedung Dewan seharusnya tidak dilakukan pada sore hari, apalagi saat anggota dewan sedang melakukan kunjungan kerja ke luar daerah. Ia pun menegaskan tudingan ForBali bahwa dewan tidak mau menerima massa aksi ForBali, itu sungguh mengada-ada.
"Itu mengada-ada. Karena demonya sore hari. Kami juga ada kunjungan kerja saat itu," tegas Dewa Rai, di Gedung DPRD Provinsi Bali, Kamis (1/9).
Ia menjelaskan, dari kebiasaan selama ini, rata-rata anggota dewan sudah meninggalkan Gedung Dewan sekitar pukul 14.00 Wita. Namun biasanya kalau ada agenda rapat penting setelah jam tersebut, baru kebanyakan anggota dewan bertahan hingga sore.
"Apa setiap saat anggota dewan ada di kantor? Kalau anggota berkantor seperti PNS, lebih baik jadi PNS saja. Anggota dewan itu lebih banyak waktunya dengan konstituen, dengan masyarakat. Belum lagi kalau ada penugasan dari pimpinan, juga dari partai. Jadi tidak benar juga kalau dari pagi sampai sore anggota dewan duduk manis saja di kantor," kata Dewa Rai.
Terkait demo ForBali tanggal 25 Agustus lalu, ia menyebut, agak berlebih jika ForBali menyalahkan anggota dewan. Sebab selain demo digelar sore hari, Pimpinan Dewan juga baru mengetahui adanya aksi demonstrasi itu H-1 sebelum massa ForBali mendatangi Gedung Dewan. Padahal, pimpinan dan anggota dewan sudah menjadwalkan jauh-jauh hari melakukan kunjungan ke luar daerah pada hari demonstrasi itu digelar.
Kendati pemeberitahuannya sangat mendesak, Pimpinan Dewan tetap menugaskan dua anggota dewan untuk menerima massa aksi. Namun anehnya, kendati sudah diterima dua wakil rakyat itu, ForBali tetap menuding DPRD Bali tidak mau menerima mereka.
Menurut Dewa Rai, pada prinsipnya dirinya sangat mengapresiasi adanya aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa ke DPRD Bali. Namun ia menilai, aspirasi itu menjadi sia-sia jika dilakukan sore hari. Sebab, anggota dewan rata-rata sudah meninggalkan kantor.
Karena itu, ia meminta agar siapa pun yang mau melakukan demonstrasi ke DPRD Bali, sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dan saat anggota dewan tidak sedang melakukan kunjungan ke luar daerah. Bahkan Dewa Rai menyarankan, aspirasi dilakukan saat jadwal rapat paripurna dewan.
"Sampaikan aspirasi pagi hari. Lebih bagus saat ada rapat paripurna, karena hampir semua anggota dewan ada. Gubernur juga pasti hadir. Dan kami pasti menerima mereka, kalau kami ada di sini (Gedung Dewan)," tandas Dewa Rai.
Hal tak jauh berbeda dilontarkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Sugawa Korry. Ia menegaskan, mustahil Pimpinan Dewan tidak menerima massa demonstran, jika mereka ada di Gedung Dewan. "Terkait ketidakhadiran DPRD ketika demo, karena pemberitahuannya sangat mendadak, dan kami terikat jadwal kerja yang diputuskan Badan Musyawarah dan Tatib," ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya sangat siap menerima aspirasi masyarakat termasuk massa kontra reklamasi Teluk Benoa. Asalkan, waktunya dikoordinasikan. "Bahkan kita sering menunggu ketika ada info demo, ternyata bukan ke DPRD Bali, tapi ke Kantor Gubernur," pungkas Sugawa Korry.