BALI TRIBUNE - Pemkab Karangasem, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karangasem, Selasa (8/8), menggelar konsultasi publik terkait revisi Perda nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karangasem tahun 2012-2032, bertempat di gedung UKM Centre, Amlapura, dengan melibatkan intansi terkait, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan serta organisasi profesi.
Revisi Perda RTRW Karangasem ini dianggap penting karena berkaitan dengan berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat termasuk dinamika pembangunan Karangasem yang berkembang saat ini, sehingga revisi Perda tersebut menjadi salah satu solusi atas permasalahan tata ruang dan pemanfaatan ruang Karangasem ke depan dengan mengadaptasi kondisi riil dilapangan.
“Konsultasi publik ini diselenggarakan untuk menyerap sebanyak mungkin informasi, saran dan masukan dari para pihak guna penyempurnaan rencana tata ruang yang telah dirancang, sehingga Perda RTRW yang dihasilkan nanti mampu mengadaptasi dinamika pembangunan Karangasem,” tegas Kepala Dinas PUPR, I Ketut Sedana Merta, kepada wartawan, kemarin.
Dijelaskannya, Perda RTRW nomor 17 tahun 2012 ini memang sudah memungkinkan untuk direvisi karena sudah memasuki tahun kelima, sehingga secara hukum dapat ditinjau kembali sesuai dengan dinamika dan permasalahan utamanya penataan dan pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan Karangasem kedepan. Selama beberapa tahun belakangan ini diakuinya ada banyak isu atau permasalahan berkaitan penataan ruang diantaranya, dibidang sistim jaringan sumber Daya Air yakni adanya rencana pembangunan Waduk Telagawaja yang mengacu pada Perpres tentang proyek strategis nasional.
Isu kawasan perlindungan setempat, salah satunya adanya kesulitan penerapan aturan mengenai sempadan pantai sehingga diperlukan pengaturan kembali batasan sempadan pantai yang disesuaikan lebih lanjut dengan Perpres nomor 51 tahun 2016 tentang Sempadan Pantai. Di sektor kawasan pertanian adanya alih fungsi lahan sawah pangan menjadi pemuukiman dan akomodasi wisata, sehingga perlu dilakukan pengaturan agar kawasan pertanian tersebut bisa berfungsi sebagai Daya Tarik Wisata (DTW).
Dan isu strategis lainnya yakni tentang kawasan pertambangan dalam hal ini kawasan Galian C. Dimana dalam Perda RTRW yang berlaku saat ini diatur mengenai batas ketinggian kawasan yang boleh digali yakni dibawah 500 meter DPL. “Sementara potensi pertambangan kita lebih banyak berada diatas ketinggian 500 meter DPL, sehingga ditemukan banyak pelanggaran,” sebutnya. Untuk itulah revisi Perda RTRW 17 Tahun 2012 sudah cukup mendesak dilakukan namun diperlukan juga pengendalian kegiatan penambangan secara lebih ketat dengan cara pengaturan zonasi.