BALI TRIBUNE - Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar pimpinan I Ketut Tirta didampingi hakim anggota I Gde Ginarsa dan I Ketut Suarta yang menyidangkan kasus dugaan reklamasi liar di Pantai Barat Tanjung Benoa dengan terdakwa Bendesa Adat Tanjung Benoa, yang juga anggota DPRD, I Made Wijaya, SE alias Yonda turun ke lokasi kejadian di Tanjung Benoa, Rabu (6/12) untuk melihat sendiri fakta yang ada di lapangan.
Hadir pada kesempatan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa beserta kuasa hukumnya dan saksi pelapor Lanang Sudira. Pengecekan lokasi selama tiga jam itu dikawal ketat anggota kepolisian Polda Bali. Bahkan, mobil rantis dan water canon disiagakan.
Lanang Sudira selaku pelapor dari Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali yang dikonfirmasi Bali Tribune kemarin sore mengatakan, pengecekan lokasi dugaan penebangan mangrove dan reklamasi liar di Tanjung Benoa oleh majelis hakim itu untuk mencocokkan keterangannya sebagai saksi pada persidangan sebelumnya dengan apa yang terjadi di lapangan.
Dengan pengecekan lokasi kejadian tersebut, Lanang Sudira berharap agar hukum benar-benar ditegakkan. Ia juga juga penuh harap agar majelis hakim dapat mengambil keputusan yang seadil-adilnya pada vonis para terdakwa nanti. Karena majelis hakim telah mencocokkan keterangan para saksi dengan fakta yang ada di lokasi kejadian.
"Jadi, menurut saya, tidak ada alasan bagi para terdakwa ini bebas. Karena hakim sendiri sudah melihat langsung fakta yang terjadi di lokasi kejadian ini dengan keterangan-keterangan saya pada saat di persidangan. Dan saya pertahankan keterangan saya pada saat persidangan itu," tegasnya.
Menurut Lanang Sudira, jika putusan majelis hakim nanti para terdakwa terbukti bersalah agar dihukum yang seberat-beratnya supaya dapat memberikan contoh terhadap para pelaku penyerobotan lahan negara. Sebab, kawasan Tanjung Benoa adalah tempat yang sangat strategis untuk berbisnis, seperti water sport dan wisata penyu.
Menurut Lanang, keterangan saksi ahli hukum adat dari Universitas Udayana pada persidangan sebelumnya juga dengan gamblang menjelaskan bahwa lokasi kejadian itu adalah Taman Hutan Raya (Tahura) yang merupakan tanah negara, bukan persidangan adat.