Kawasan Hutan Bali Barat Mengering = TNBB Rawan Kebakaran dan Terganggunya Ekosistem | Bali Tribune
Diposting : 3 October 2017 18:37
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
kebakaran
MENGERING - Kawasan Hutan Balai TNBB yang mengering akibat kemarau, rawan kebakaran dan terganggunya ekosistem.

BALI TRIBUNE - Tidak hanya lahan pertanian dan tambak tradisional di Kabupaten Jembrana yang mengalami kekeringan akibat debit air permukaan yang kian menyusut, namun kawasan Hutan Bali Barat khususnya yang masuk dalam kawasan Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB), kini juga kondisnya meranggas, dan rawan kebakaran akibat kemarau panjang yang terjadi sejak beberapa bulan belakangan ini.

Semak belukar, tumbuhan peredu dan rerumputan serta pepohonan di kawasan kawasan Balai TNBB yang merupakan kawasan konservasi saat ini tampak mengering. Kondisi ini selain terjadi di kawasan hutan yang masuk Wilayah Kabupaten Jembrana, juga terjadi pada kawasan hutan yang masuk wilayah Kabupaten Buleleng. Kondisi keringnya yang terjadi di kawasan Hutan Balai TNBB itu juga berpengaruh pada ekositem yang ada didalamnya. Sejak musim kemarau beberapa bulan lalu, hewan-hewan penghuni hutan seperti kera, kancil, menjangan dan satwa lainnya keluar kawasan hutan untuk dapat mencari makan seperti di pinggir jalan raya hingga di pinggir laut. 

Kondisi hutan yang mongering akibat kemarau ini juga rawan terhadap potensi kebakaran hutan. Dengan hutan yang mongering maka potensi kebakaran hutan semakin tinggi. Sedikit saja ada percikan api maka rumput atau semak belukar serta tumpukan dedaunan yang kering itu akan sangat mudah terbakar dan merembet. Parahnya akan berakibat pada rusaknya ekosistem hutan. Selain  membuat hewan-hewan penghuninya terutama burung dan ayam hutan akan kehilangan tempat tinggal juga membuat hutan yang menjadi objek konservasi tumbuhan dan satwa langka yang dilindungi seperti Jalak Bali akan rusak. 

Sejumlah warga di Penginuman, Gilimanuk mengatakan terbakarnya kawasan hutan juga sering dipicu oleh ulah manusia. "Yang paling sering terbakar adalah semak-semak di pinggir jalan itu, biasanya kebakaran terjadi akibat penguna jalan membuang puntung rokok sembarangan atau ada yang sengaja membakar dedaunan kering di pinggir hutan itu," ungkap warga dipinggiran kawasan Hutan TNBB ini yang enggan disebutkan namanya.

Kasubag TU Balai TNBB, Wirawan saat dikonfirmasi, Senin (2/10) tidak menampik kondisi kawasan hutan TNBB terutama semak-semak dan sabana yang memang rawan terbakar disaat musim kemarau memang. “Penyebab kebakaran selain faktor alam juga karena faktor manusia yakni sengaja membakar rerumputan kering agar bisa tumbuh untuk pakan ternak atau membuang puntung rokok sembarangan,” ungkapnya. 

Ia menyebutkan, selama ini lokasi yang menjadi titik rawan terbakar diantaranya  semak-semak dan rerumputan wilayah Gilimanuk, disepanjang jalur Cekik-Singaraja terutama mulai dari kawasan Pelengkong, Teluk Terima sampai Banyuwedang termasuk kawasan Menjangan Resort dan sabana di  Perapat Agung.

Selain telah menyiapkan dua regu pemadam yang anggotnya terdiri dari masing-masing 15 orang personil pemadam, untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, pihak TNBB juga mengandeng kelompok masyarakat di desa yang dekat dengan lokasi rawan kebakaran. “Kita mengajak masyarakat untuk bersama-sama memadamkan api jika terjadi kebakaran. Masyarakat juga kita ajak untuk menjaga kawasan hutan dan tidak melakukan aktivitas yang bisa memicu kebakaran,” ungkapnya.

Pihak TNBB juga sudah menyiapkan berbagai pelaratan seperti jet shooter (alat pemadam gendong), mobil khusus pemadam kebakaran diwilayah hutan dan mobil tangki. Pihaknya berharap tidak terjadi kebakaran hutan pada musim kemarau ini. “Kami juga rutin melakukan patroli pencegahan kebakaran. Mudah-mudahan saat musim kemarau ini tidak ada kebakaran di kawasan TNBB,” pungkasnya.